Wandering Toward You

lidia afrianti
Chapter #11

Kota Bernama Peluang

Mireya

Kota berikutnya bernama Sereluna. Nama yang terdengar seperti gabungan antara “serenity” dan “luna” ketenangan dan bulan. Dan memang begitulah kota ini menyambut kami: malam-malam panjang dengan angin yang pelan dan cahaya bulan yang menggantung rendah di langit.

Aku duduk di balkon penginapan kami malam itu, mengenakan sweter dan memeluk lututku sendiri. Dari lantai dua ini, aku bisa melihat taman yang dipenuhi bunga malam. Kael sedang merekam cahaya lilin di sepanjang jalan kecil, membuatnya tampak seperti adegan dalam film.

Ada keheningan nyaman di antara kami sejak pertemuan kembali itu. Bukan diam karena ragu, tapi diam karena tahu: kami tidak perlu tergesa-gesa.

“Sereluna punya tempat rahasia,” kata Kael, tiba-tiba muncul di sampingku dengan dua gelas teh hangat.

“Rahasia yang kamu baca di mana?” tanyaku, tersenyum, menerima satu gelas.

“Bukan dari peta. Tapi dari nenek tua penjaga toko ukiran tadi siang. Katanya, kalau kamu berjalan melewati tujuh lampu jalan, dan belok kanan saat mencium bau kayu manis… kamu akan menemukan kebun api.”

Aku tertawa. “Kebun api?”

“Iya. Nggak tahu maksudnya apa. Tapi mau coba cari?”

Malam itu, untuk pertama kalinya, aku merasa kami tidak sedang ‘mengejar’ sesuatu. Kami hanya berjalan. Bersama. Dan itu cukup.

***

Kael

Sereluna memang seperti teka-teki kecil. Kota ini tidak menyembunyikan hal-hal luar biasa tapi menyelipkan keajaiban di sudut-sudut sunyi. Semacam kota yang tidak minta untuk dicintai, tapi akan kamu rindukan saat meninggalkannya.

Kami menyusuri jalan dengan tujuh lampu jalan seperti petunjuk nenek tadi. Di antara lampu kelima dan keenam, aroma kayu manis memang tercium samar, entah dari mana. Raya menatapku dengan alis terangkat. “Ini serius?”

Lihat selengkapnya