Mireya
Ada satu momen dalam perjalanan yang tidak pernah kupikirkan sebelumnya: momen ketika segalanya berjalan terlalu baik hingga aku mulai takut. Takut ini akan segera berakhir.
Kami masih di kota Velaris, dan pagi itu terasa ganjil sejak awal. Kael mendapat pesan di email-nya. Sebuah tawaran kerja yang sudah lama dia lupakan bekerja sebagai koordinator ekspedisi pariwisata untuk sebuah lembaga internasional. Tawaran itu akan membawanya tinggal di negara berbeda selama setahun. Mulai bulan depan.
“Ini bukan rencana,” katanya waktu kami sarapan di taman kecil. “Tapi ini… sesuatu yang dulu pernah aku mimpikan.”
Aku mengangguk pelan. Jantungku seperti jatuh perlahan ke tanah.
Aku ingin berkata, “Jangan pergi.” Tapi aku tahu aku tak punya hak untuk menghentikan langkahnya. Dia adalah petualang, pencari tempat, pencari cahaya. Aku adalah orang yang senang tinggal lama di toko buku dan menulis catatan tentang satu halaman selama seminggu.
Mungkin, akhirnya, kami adalah dua orang yang bertemu di simpang jalan, bukan di tujuan yang sama.
***
Kael
Aku duduk lama di balkon penginapan malam itu. Mengulang-ulang email itu. Pekerjaan impian. Bayaran bagus. Akses keliling dunia. Tapi… tak ada nama Mireya di dalam tawaran itu.
Setiap hal terasa berbeda setelah aku mengenal Mireya. Ia bukan bagian dari rencanaku. Tapi kenapa semua rencana terasa hampa tanpanya?