Wandering Toward You

lidia afrianti
Chapter #15

Kalimat Yang Tak Pernah Selesai

Mireya

Aku sedang di toko buku saat seorang pelanggan bertanya,

“Masih suka mengirim buku ke luar kota, Mbak?”

Aku tersenyum. “Tentu saja. Kadang untuk orang-orang yang tak sempat pulang.”

Kalimat itu menempel di pikiranku sepanjang hari. Tak sempat pulang.

Aku tidak pernah benar-benar menganggap Kael pergi. Tapi mungkin aku juga tidak berani menanyakan: “Kapan kamu pulang?”

Aku takut jawabannya bukan waktu yang pasti. Atau lebih buruk bukan aku rumahnya.

Malam itu aku membuka kembali catatan harian kecilku. Aku membaca satu tulisan lama yang kutulis tepat sebelum kami berpisah:

“Jika nanti kita berjauhan, apa kamu masih akan mengenal suaraku hanya dari cara aku mengetik?”

Kael memang masih membalas pesanku. Kadang lucu. Kadang filosofis. Tapi belakangan, ia semakin jarang bertanya balik. Ia bercerita tentang pekerjaannya, tentang kota yang semakin sibuk, tentang cuaca. Tapi tidak lagi tentang… kami.

***

Kael

Aku tahu aku mulai berubah. Bukan karena tidak rindu, tapi karena rindu itu menakutkan. Kadang saat aku duduk sendiri di tepi pelabuhan Talamera, aku bertanya:

“Apa yang sedang dilakukan Mire sekarang?”

Tapi aku tidak bertanya langsung. Aku takut. Takut pertanyaan sederhana itu menandakan aku ingin lebih, ingin kejelasan, ingin pulang padanya sementara aku bahkan belum tahu kapan akan kembali.

Lihat selengkapnya