Wandering Toward You

lidia afrianti
Chapter #16

Dimana Kita Akan Bertemu Lagi?

Mireya

Malam-malam setelah pesan terakhir Kael terasa lebih panjang. Aku tidak marah. Tapi ada perasaan yang sulit dijelaskan: semacam hampa yang datang setelah hujan reda, ketika kamu tahu tanah butuh air, tapi terlalu basah untuk dipijak.

Aku tetap bekerja di toko buku. Menata rak. Menyeduh teh. Membaca surat pelanggan lama. Tapi di tengah semua rutinitas itu, aku seperti sedang menunggu sesuatu. Atau seseorang.

“Apakah kamu masih ingin menyisakan ruang untukku?”

Itulah kalimat terakhirku padanya. Sudah tiga hari sejak kukirim. Belum ada balasan. Dan untuk pertama kalinya, aku mulai mengajukan pertanyaan yang paling kutakuti:

Bagaimana jika kami hanya kebetulan saling menemukan, tapi tidak ditakdirkan untuk saling tinggal?”

***

Kael

Aku membaca pesan itu berulang kali. Kata demi kata, seperti menelusuri peta yang tak bisa menunjukkan arah pulang.

Aku tahu aku salah. Tapi aku juga bingung.

Aku mencintainya. Tapi mengapa setiap langkah yang kuambil terasa menjauh?

Aku duduk di kafe pelabuhan Talamera, menatap layar ponsel yang tetap kosong. Seharusnya aku menjawab sejak hari pertama. Tapi aku diam, berharap waktu akan menyelesaikan semuanya. Padahal waktu bukan penyelesai. Ia hanya memperjelas yang belum selesai.

Aku mencoba menulis balasan:

“Aku ingin menyisakan ruang untukmu. Tapi aku takut ruang itu tidak layak ditinggali oleh harapanmu. Aku takut kamu hanya duduk menunggu, sementara aku masih berjalan mencari.”

Tapi aku hapus lagi. Karena kalimat itu tidak adil.

Lalu aku menulis ulang:

Lihat selengkapnya