Mireya
Aku bangun sebelum matahari terbit.
Bukan karena alarm. Tapi karena jantungku berdetak terlalu cepat, terlalu keras, seolah tubuhku sudah tahu: ini hari besar. Hari di mana pintu toko itu, yang sudah kami isi dengan harapan, akan dibuka untuk orang lain.
Aku berdiri di depan cermin dan menatap wajahku lama.
“Aku takut,” bisikku pelan.
Takut tak ada yang datang. Takut orang-orang tak peduli. Takut semua kerja keras kami selama ini berakhir pada tawa sinis dan keheningan.
Tapi di balik semua itu, ada juga rasa hangat yang menjalar: aku tak sendirian.
***
Kael
Aku tiba lebih dulu di toko. Membuka gembok pintu pelan, seolah takut membangunkan sesuatu yang sakral.
Udara pagi masuk dengan dingin yang jujur. Matahari menembus jendela besar, menyinari rak-rak buku yang telah disusun Mireya berhari-hari.
Meja kayu kecil di pojok sudah tertata. Dua cangkir teh pertama sudah disiapkan.
Toko ini seperti jiwa kami berdua: penuh cerita, sedikit cemas, dan sangat ingin dipercaya.