Kael
Aku berdiri di tengah toko, memandangi dinding kosong di sebelah rak sejarah yang biasanya sepi. Di sana, nanti akan digantungkan pengumuman kecil: “Diskusi Sabtu: Buku yang Mengubah Hidupmu.”
Sebuah ide yang sederhana. Tapi tidak bagiku. Aku bukan orang yang terbiasa bicara di depan umum. Tapi ada sesuatu dalam surat Pak Elang yang membuatku ingin berbuat lebih.
Bukan hanya membuka toko. Tapi membuka ruang.
Ruang untuk orang-orang yang, seperti Pak Elang, datang bukan untuk belanja. Tapi untuk percaya lagi.
***
Mireya
Ketika Kael mengusulkan ide diskusi komunitas, aku sempat ragu. Bukan karena aku tak suka. Tapi karena aku takut toko ini terlalu kecil untuk menampung mimpi yang besar.
Tapi saat aku melihat kembali buku titipan Elang yang kini mulai dibaca bergantian oleh pengunjung yang bahkan tak saling mengenal aku tahu: Setengah Jalan memang kecil, tapi ia punya napas yang panjang. Karena di dalamnya, orang-orang yang pernah diam kini mulai saling menyapa.
Minggu pertama, hanya lima orang yang datang.
Minggu kedua, menjadi sembilan.
Minggu ketiga, bangku penuh. Dan satu wajah tak asing muncul lagi.
***
Kael