Wangsa

Keong Sawah
Chapter #2

Prolog

Angin berbisik melewati jendela rombongan kereta yang sedang melaju pelan di atas tanah berbatu, menuju pegunungan kelabu tanpa ujung di jarak jauh.

Di dalamnya, duduklah seorang bangsawan kecil yang saat ini memandang keluar jendela dengan murung, Neil Frostwarden.

Ia merupakan salah satu pewaris sah atau lebih tepatnya pewaris yang dibuang dari keluarga bangsawan Frostwarden.

Dia berusia empat belas tahun, tetapi ciri wajahnya sudah tajam tetapi terlihat anggun, dagu yang tegas, serta mata berwarna amethyst baru beku yang saat ini terasa hampa.

Rombongan itu telah melakukan perjalanan selama hampir 6 bulan. Perjalanan melelahkan melintasi dataran tengah dan memasuki wilayah pinggiran di mana surat perintah Baron memudar seperti tinta murahan.

"Kita akan sampai 2 hari lagi, Tuan Neil" suara serak terdengar dari kotak pengemudi di luar. Suara itu milik Barnaby, Kapten Pengawal Neil.

Neil tidak menjawab. Ia tetap menatap ke arah luar jendela seolah tidak peduli. Pikirannya kembali ke hari dimana ia diusir.

Tiba-tiba sebuah batu menghalangi salah satu roda membuyarkan pikiran.

Kereta kuda itu berguncang keras, menghempaskan tubuh Neil ke samping dan sedikit melukai tangan kirinya.

"Hati-hati, dasar bodoh!, aku akan memastikan kalian semua akan dieksekusi setelah masa pembakaran ku berakhir."

"Tuan Neil, aku bersumpah—" Barnaby mulai meminta maaf.

"Diam!" bentak Neil. Ia mencengkram tangan yang terluka dan berbalik ke arah jendela. "Diam saja..."

Ini semua salah Ayah .

Tuan Neil, apakah kamu tidak apa-apa? suara pelayan tua, Bernard, menyela dari seberang. Hanya mendengar nada suaranya saja sudah membuat Neil mual.

"Sudah kubilang, Diamlah!"

"Aku tak butuh belasan belas kasihanmu. Atau siapa pun." Nada suaranya sedikit menenangkan, tapi kemarahannya masih terpendam.

Bernard menghela napas pelan.

Tiba-tiba, derap kuda dari depan terdengar tidak beraturan. Kereta melambat, lalu berhenti.

Kemudian, Bunyi gedebuk menyusul, disusul suara nafas tercekat dari luar.

"Apa yang terjadi sekarang?" geram Neil, membuka jendela kecil dan menjulurkan kepalanya. "Kenapa kita berhenti? Aku tidak diperintahkan—".

Kepala Neil patah ke arah jendela tepat ketika anak panah kedua membelah kayu hanya beberapa sentimeter dari hidungnya. Wajahnya seketika membeku.

Di luar, suara Barnaby tajam

Lihat selengkapnya