Malam telah menelan seisi kota, tapi di lantai dua puluh delapan, di dalam Markas Besar PT. Synergy Solutions, cahaya neon masih memaksakan eksistensinya. Cahaya itu, putih dan kejam, adalah satu-satunya saksi bisu bagi sisa-sisa kehidupan yang tertinggal.
Di tengah labirin kubikel abu-abu yang dinamai 'Zona Kepatuhan Data Tingkat 4 – Sektor B', duduklah Adam.
Adam, sang arsitek data dan penganut setia kehidupan monoton, menatap layar komputernya. Layar 24 inci itu memancarkan cahaya redup, mencerminkan kembali kekosongan yang bersemayam di wajahnya.
Ia tidak sedang memproses data penting negara, atau merencanakan IPO raksasa. Ia sedang meneliti cell (G27) dalam lembar bentang Excel, mencoba memutuskan bagian mana saja yang akan diberi warna kuning pucat sebagai tanda 'Data yang Perlu Diperiksa Ulang'.
Adam telah mencapai tingkat spiritualitas kantor tertinggi: ia bisa melewati hari kerja tanpa pernah benar-benar berbicara lebih dari lima kata per jam, bahkan dengan dirinya sendiri.
Satu-satunya bunyi di sekitarnya adalah desisan AC yang berjuang melawan suhu ruangan yang terlalu dingin serta ketukan keyboard dari kubikel tetangga—Tika, si Ratu Deadline yang tampaknya dibayar per ketukan tombol.
Adam menghembuskan napas panjang. Ia menekan tombol ‘Simpan’ dan ‘Silang’
Pukul 20:30. Waktunya eksekusi dan pulang …
Laki - laki itu melipat lengan panjang kemejanya (kemeja biru yang persis sama dengan kemeja biru yang ia kenakan kemarin, dan kemungkinan besar kemeja biru yang akan ia kenakan besok, sebab diskon paket 3 kemeja di mal itu terlalu menggoda untuk dilewatkan). Ia bangkit dari kursi ergonomisnya.
Ia berjalan melewati lorong yang sunyi. Para penjaga keamanan menyambutnya dengan anggukan profesional datar seperti biasa.
Di luar gedung, dunia metropolitan menghantamnya dengan hiruk-pikuk yang tak tertahankan. Kota itu sedang menikmati jam sibuk para pekerja lembur, para pencari hiburan serta para penjual makanan pinggir jalan yang ambisius.
Adam menjadi bagian dari kerumunan. Tubuhnya menyusuri trotoar, bersentuhan bahu dengan ratusan manusia. Ada yang sibuk dengan ponsel, tertawa keras saat mendengarkan panggilan video. Ada pasangan muda yang saling berpegangan tangan, mata mereka berkaca-kaca karena cinta yang baru bersemi.
Tidak ada yang menoleh padanya. Tidak ada yang melambat. Ia seperti bayangan yang kebetulan bergerak di antara cahaya lampu jalan. Jika ia tiba-tiba menghilang, dunia di sekitarnya tidak akan melewatkan langkah atau tempo mereka.
Sebenarnya Adam pernah mencoba hal yang ekstrem. Minggu lalu, ia sengaja menjatuhkan kunci motornya di tengah keramaian.
Hasilnya? Tiga orang melompati kunci itu, satu orang nyaris menginjak tangannya, dan seorang ibu-ibu hanya menatapnya dengan pandangan, "Jangan menghalangi jalan dasar tak berguna!"
Yah … Kali ini, ia hanya berjalan.
Udara malam yang lembab terasa dingin di kulitnya, campur aduk dengan aroma asap knalpot dan sambal kacang dari gerobak sate.
Ia tiba di lampu penyeberangan jalan. Lampu merah menunjukkan angka ‘45
Adam berhenti. Ia memandang ke seberang jalan, ke arah deretan gedung apartemen yang tinggi, tempat kotak kecilnya berada.
Di bawah cahaya lampu jalan yang berkedip-kedip, ekspresi wajahnya terlihat jelas. Lelah, kesepian, kosong.
43 42
Bangun, kerja, pulang, tidur. Ulangi. Ulangi. Ulangi. Seperti lagu pop yang sangat buruk dan sangat adiktif.
Apakah ada gunanya? Serius, coba pikirkan. Aku makan sehat agar aku bisa hidup lebih lama. Tapi hidup lebih lama untuk apa? Untuk memastikan bahwa aku bisa menyelesaikan sisa 30 tahun cicilan KPR? Untuk menyaksikan harga bensin naik sampai ke level konyol?
Aku bahkan tidak punya kucing. Kucing setidaknya memberimu tujuan: membersihkan kotak pasir dan memastikan ia tidak mencoba membunuhmu saat tidur.
Tapi setelah dipikir -pikir, aku punya tanaman kaktus, tapi aku belum melihatnya selama dua minggu. kurasa sudah mati yah … aku terlalu takut untuk memeriksanya.
Semuanya sia-sia. Kebahagiaan hanyalah mitos pemasaran dan aku adalah korban yang membeli janji tersebut berupa paket unlimited.
Satu-satunya variabel dalam hidupku adalah apakah aku akan memilih Indimie atau Supramie malam ini. Itupun kalau aku punya cukup energi untuk merebus air. Mungkin aku harus mencari mie instan yang bisa dimakan mentah.
Hmm, itu ide bagus! Minimalkan usaha, Bung!!!.
Lampu penyeberangan berbunyi, berkedip, menunjukkan sinyal hijau. Angka ‘0’.
Adam, dengan beban filosofis di bahunya yang sebenarnya hanya menanggung tas laptop berisi kabel charger dan satu botol air mineral sisa siang hari, melangkah maju.
Demi mie instan
Mungkin dengan saus sambal ekstra pada mie instan malam ini?
Huh … sungguh malam yang indah, kan?
Adam melihat ke seberang jalan. Jaraknya hanya sekitar 15 meter, tetapi melintasi jalan raya kota metropolitan pada malam hari terasa seperti adegan pembuka film perang. Ia mengangkat kakinya agar tidak menginjak genangan air yang ia curigai bukan air hujan.
Tiba-tiba, ia sesuatu terbang melewatinya. Itu ternyata sebuah bola warna-warni. Bola itu perlahan menggelinding ke tengah jalan.
Tidak jauh dari tempatnya ada seorang anak kecil. Postur tubuhnya mungil, mungkin berusia sekitar sepuluh atau sebelas tahun, mengenakan kaos bergambar dinosaurus serta celana pendek usang. Wajahnya bulat dengan ekspresi panik.
Si anak kecil itu, sebut saja Bocil, menoleh ke kanan dan ke kiri lalu mendekat ke arah bola.
Tiba -tiba dari arah berlawanan, sebuah truk besar melaju dengan kecepatan tinggi. Yang lebih buruk, pengemudi truk itu sepertinya sedang berusaha memecahkan rekor waktu pengiriman.
Waktu terasa melambat. Adam melihat debu berputar-putar di sekitar ban truk lalu berpaling ke arah Bocil yang hanya berjarak satu jangkah dari kematian.
Tanpa ragu, ia melompat ke jalan. Mendorong tubuh kecil anak itu ke trotoar sekuat tenaga.
Bocil terlempar, mendarat dengan aman di atas tumpukan kardus bekas di trotoar. Adam melihat sekilas pandangan terkejut dari Bocil.
Truk itu semakin dekat. Adam bisa mendengar mesin diesel menderu, bau oli panas, dan tekanan angin yang datang dari bumper raksasa itu.
Ini dia. Jika aku mati, Tuhan, kumohon pastikan mereka menyebutkan sepatu ketsku yang baru di berita. Dan pesankan pizza pepperoni di pemakamanku. Jangan lupa untuk—