“Jangan dipegang, Ta!” Qiana masih melihat ponsel itu dengan tajam, sosok yang baru saja dilihatnya sangat mengerikan.
sedangkan suara Feederica masih terus memanggil.
“Halo… Qin? Halo.” berkali kali Feederica memanggil, untuk beberapa saat keduanya terdiam. Barulah setelahnya Pelita yang meraih ponsel itu dengan tatapan aneh pada Qiana.
“Halo, Fee.”
“Ta, Vanesa kesurupan dia teriak-teriak terus. Lo pada kesini ya, bantuin gue." Mohon Feederica ia mondar-mandir panik, di belakangnya Vanessa dipegang oleh Pak Toto tukang kebun dan bi Ijah asisten rumah tangganya. Vanessa terus berteriak dengan mata terbelalak, rambutnya berantakan, suaranya berubah mengerikan.
"Iya. Lo jangan panik gitu, gue kesana sekarang." Pelita menutup teleponnya, sedangkan Qiana masih terpaku tidak percaya dengan semua yang dialami hari ini.
"Kita kerumah Fee, Qin. Ayo bangun!” Mengagetkan, ia seakan baru saja tersadar dari lamunan.
"Iya, gue ambil tas." sampai kakinya melangkah keluar Qiana masih tetap dengan pemikiran yang kacau.
Setelah taksi yang Pelita pesan datang keduanya naik. setelah di dalam barulah Pelita mulai bertanya tentang tadi apa yang terjadi.
“Jadi lo liat gue lewat tadi?” Belum bisa percaya dengan apa yang Qiana katakan jadi Pelita kembali bertanya.
Qiana hanya mengangguk dengan wajah masih bingung dengan pertanyaan di kepalanya, siapa yang tadi dilihat?
“Ya udah nanti kita bahas lagi, sekarang lo ga boleh mikirin yang lain dulu. jangan banyak ngelamun juga. Jangan sampe kaya Vanessa.” Pelita juga mencemaskan Qiana sekarang. Dari wajaha Qiana, Pelita bisa melihat jika anak itu juga tidak baik baik saja.
Tidak berapa lama taksi berhenti di depan gerbang rumah Feederica bersamaan mobil berwarna merah juga berhenti di sana, menyorotkan lampu pada mereka berdua.
"Waeyy... Silau!" Teriak Pelita langsung kena sikut Qiana.
"Jangan barbar deh, itu Dewa." keduanya lantas masuk meninggalkan seseorang di dalam mobil yang terus melihat punggung kecil milik Qiana, sudut bibirnya sedikit melengkung.
Qiana, Pelita di belakangnya Dewa sama-sama berdiri di pintu masuk yang sudah terbuka lebar. Di ruang tamu keadaan kacau. Suara kepanikan Feederica juga teriakan histeris Vanesa terdengar.
"Kita harus panggil orang pintar, Non!" kata pak Toto mereka bertiga masih bingung melihat Vanessa yang sekarang merangkak di lantai matanya tajam, rambutnya tergerai hampir menutupi semua dataran wajahnya.
"Yah, yah udah deh, jauh nggak tempatnya?"