Hari itu Via pulang lebih cepat dari biasa, karena Sean yang meminta. Khawatir melihat wajahnya yang pucat usai rapat berakhir. Via juga merasa tidak sehat sehingga dia menerima. Sesampainya di apartemen, Via berniat untuk masak, tetapi takut Sean memarahi karena bukannya berbaring malah sibuk membuat makan malam sendiri.
Bunyi dering ponsel pertanda pesan baru yang masuk membuat Via mengurungkan diri. Dia tahu pasti Sean yang mengirim. Pria itu bagai cenayang, tahu bagaimana kepala Via bekerja.
Jangan memasak apa-apa. Istirahat saja, akan kubawa makan malam dari luar.
-SR-
Sudut bibir Via mengukir senyum bahagia, mendapat perhatian Sean Reviano bagai dapat merengkuh bulan. Bahagianya bukan kepalang.
Setelah bersiap ritual malam sebelum tidur, Via memutuskan untuk tidur lebih dulu. Lama mata Via terpejam saat dia merasa sentuhan hangat dari kecupan bibir Sean di bahu, membuatnya membuka mata sembari mengulum senyum.
“Maaf membuatmu terjaga, tetapi ada baiknya kau makan lebih dulu sebelum melanjutkan tidur,” bisik Sean dengan menarik Via beranjak dari kasur.
Keduanya duduk di dapur, menikmati makan malam yang Sean beli tadi.
“Kau menginap malam ini?” tanya Via penuh harap, sedikit malu-malu.
Sean mengangguk, tak bersuara karena mulut penuh.
“Aku sangat khawatir, kau tampak pucat pasi. Apakah sudah baikan?”
Jemari lentik Sean menggeser piring di meja. Dia berdiri lalu menghampiri Via yang enggan mengunyah. Makan malamnya juga tidak dilirik, hanya diputar-putar dengan sendok tanpa niat menghabisi.
Duduk keduanya yang tadi saling menghadap kini berubah posisi bersebelahan.
Sean mengambil alih sendok di tangan Via, lalu menyuapkan nasi serta lauk ke depan bibir ranumnya.
“Aaaa …,” gumam Sean hingga Via tertawa.
“Aku bisa makan sendiri,” ucap Via hendak mengambil alih situasi.
Sean mengelak, dan menolak Via yang protes. “Tidak, jika kubiarkan, kau hanya memainkan piring dan sendok. Bisa berjam-jam kita di sini.”
Wajah Via merona, mendapat tatapan hangat yang Sean beri. Pria itu sungguh perhatian. Dengan menekan malu, Via menerima suapan pertama, kedua, ketiga … hingga kosong tak bersisa.
“Tidurlah, aku akan menyusul setelah menyelesaikan sesuatu,” katanya sembari bangkit dari kursi, membersihkan sisa makan mereka, dan membereskan piring kotor di meja.