Buah hati adalah sebuah anugrah yang sangat luar biasa indahnya untuk para pasanganan yang sudah lama menantikan suara canda tawa anak kecil dalam istana mereka. Bagi seorang ibu, anak adalah sebuah cahaya yang akan selalu menerangi istananya, tetapi bagi seorang ayah, anak adalah sebuah harta yang luar biasa besarnya, sehingga akan membuat istananya selalu makmur dan bahagia.
Tetapi bagaimana jadinya jika anugrah itu di dapatkan oleh sepasang kekasih yang belum terikat olehNya.
.
.
Hari ini hujan turun dengan derasnya, dan tiba-tiba saja hal itu membuat Rima teringat akan suatu hal. Rima memutuskan untuk beranjak dari tempat tidurnya dan kini ia mulai berjalan ke arah dinding kamarnya. Ia membulatkan kedua bola matanya, yang sontak hal itu membuat dirinya terkejut. Ketika Rima melihat kalender yang ada di dinding kamarnya. Batinnya harap-harap cemas melihat angka-angka yang ada di dalam kalender tersebut.
“Astaga, bagaimana bisa aku telat dua bulan?” gumam Rima sembari ia mulai menggigit bibir bagian bawahnya.
“Aku yakin ini hanya perubahan hormonku saja karena akhir-akhir ini aku sedang banyak pikiran. Ya, aku yakin ini pasti hanya karena aku banyak pikiran saja dan aku yakin sebentar lagi aku pasti akan datang bulan lagi.”
Rima terus berusaha berpikiran positif bahwa dirinya baik-baik saja dan ia sangat yakin bahwa apa yang ia lakukan dengan Faisal kekasihnya sangatlah aman, jadi tidak mungkin jika ia hamil.
“Tetapi bagaimana jika aku hamil? Tetapi tidak mungkin lah kalau aku hamil. Udahlah tidak usah di pikirkan, toh aku juga terkadang datang bulannya terlambat.”
Rima terus memberikan sugesti kepada dirinya bahwa ia baik-baik saja dan ia mencoba untuk menghilangkan semua kegundahan hatinya dengan cara menonton film.
Namun, entah kenapa perasaan Rima terasa begitu tidak enak dan ia merasakan akan terjadi sesuatu hal yang begitu menyakitkan yang akan datang dalam hidupnya.
Kali ini Rima mencoba menarik nafas dengan begitu dalam dan perlahan ia mulai mengeluarkannya dari mulut. Tetapi bukan ketenangan yang ia dapatkan melainkan suasana hatinya bertambah kacau.
“Tidak! Ini tidak benar. Aku yakin ini hanya perasaanku saja. ya, ini hanya perasaanku saja karena efek menonton film mellow kemarin,” gumam Rima kepada dirinya sendiri.
Rima terus berkutat dengan pikiran-pikiran negatifnya. Ia merasa sangat takut jika hal yang tidak dinginkannya terjadi.
Ia memikirkan bagaimana nasib masa mudanya. Bagaimana ia bisa menghadapi amarah kedua orang tuanya jika hal itu benar terjadi. Bagaimana ia bisa menanggung semua aib ini.
“Tidak! Ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. aku harus mengecheknya.”
“Ya, aku harus segera mengecheknya dan memastikan semua ketakutan.”
Rima tak menghiraukan hujan yang turun dengan begitu lebatnya, ia mulai bergegas mengambil jaket jeans miliknya dan ia mulai mengambil kunci motor yang terletak di atas meja rias berwarna putih itu.
“Lhoh, Mbak Rima mau pergi kemana Mbak?” Tanya ibu penjaga kosan.