Malam ini,tidak ada kehangatan di sini. Pikiranku kosong. Sisa perayaan kecil-kecilan ulang tahunku masih ada di meja balkon. Kue ulang tahun yang sisa sedikit, beberapa botol soft drink, dan asbak penuh asap rokok milik teman-temanku. Di hari ulang tahunku yang ke dua puluh empat dan aku merasa semua hampa.
Derasnya hujan berubah jadi rintik-rintik. Dalam dinginnya malam seperti ini, aku berharap kamulah gadis yang aku peluk di tengah hari bahagiaku. Sedihnya hatiku tak mampu lagi ditolong sebungkus rokok yang telah aku habiskan seharian ini. Aku merindukanmu, sungguh. Dan aku masih berharap kamu tiba-tiba berada di depan pagar kosku, tidak perlu ada kue ulang tahun ataupun kado, aku hanya ingin melihatmu. Melihat gadis yang tidak aku ketahui bagaimana wajahnya sekarang. Mungkin, kamu lebih menggemaskan, atau senyummu tentu jauh lebih mudah untuk dirindukan. Aku masih terdiam.
Memang, pesan singkatmu tadi pagi sedikit mengobati rinduku, walaupun tak sepenuhnya mengobati. Ucapanmu melalui pesan singkat itu cukup membuatku merasa sedikit lebih baik. Setidaknya, hari ulang tahunku tidak sesedih yang aku harapkan. Kamu ternyata masih mengingatnya, seperti aku yang masih mengingat hari ulang tahunmu. Tapi, aku tidak seberani kamu. Di hari bahagiamu, di umurmu yang ke dua puluh tiga,aku tidak mengucapkan doa ataupun pesan singkat yang aku kirim padamu. Karena aku tidak seberani itu, karena aku pengecut, karena aku pecundang,. Kamulah satu-satunya yang aku cari meskipun pada akhirnya aku memilih untuk melepaskanmu pergi.