Setelah Ardan puas memeluk Ana, dia melepaskan pelukannya dan menatap Ana dengan tatapan penuh cinta. Tatapan yang tidak bisa diartikan oleh Ana. Ana yang selama hidupnya belum pernah mengenal apa itu cinta, menganggap tatapan Ardan hanya tatapan yang biasa.
"Ardan, ayo kita pulang sekarang!" pinta Ana sedikit memaksa.
"Tentu saja, Sayang. Kita akan pulang sekarang juga." Ardan menyelipkan jari-jari tangannya dengan jari-jari tangan milik Ana. Mereka berdua berjalan bergandengan menuju parkiran mobil.
Sesampainya di parkiraan, Ardan tidak langsung membukakan pintu untuk Ana. Saat ini Ardan berbalik dan menatap wajah cantik Ana yang terlihat seperti orang kebingungan.
"Apa yang sedang kamu pikirkan?" Pertanyaan Ardan membuat Ana terkejut. Namun, dengan cepat dia bisa menguasai dirinya agar tidak terlihat jika dia terkejut.
"Ti-tidak ada, aku tidak berpikir apa-apa." Ana menjawab dengan ketus dan wajah bibir yang cemberut.
"Sayang, jangan perlihatkan wajah cemberut kamu!" pinta Ardan sambil mengusap lembut kepala Ana.
Ana menepis tangan Ardan yang hampir saja mengusap pipinya. Ana menatap Ardan dengan tatapan tidak suka dan penuh kebencian. Untungnya, Ardan tidak memahami itu.
"Sebaiknya kamu segera mengantarkan aku pulang," ucap Ana dengan dingin.
"Baiklah!" Ardan membuka pintu mobil untuk Ana, dan setelah Ana masuk Ardan segera menyusulnya masuk ke dalam mobil juga.
"Ardan, aku menerima kamu karena aku tidak mau membuat kamu malu di depan banyak orang," jujur Ana membuat dahi Ardan berkerut dalam.
"Apa maksud kamu?" Ardan sepertinya bisa menebak maksud perkataan Ana yang berhasil membuat hatinya terluka. Namun, Ardan pura-pura tidak tahu.
"Aku tidak benar-benar menerima lamaran kamu." Ana menatap mata Ardan dalam.
"Ana, kamu sudah menerima lamaran diriku dan kamu tidak bisa mengubah itu lagi." Mata Ardan menampakkan keterlukaan di hatinya.
Ardan memandang wajah cantik gadis di sampingnya itu dengan pandangan penuh mendamba dan tidak akan akan pernah melepaskannya.
Tanpa banyak bicara, Ardan melajukan mobilnya dan menyuruh Ana untuk tidak bicara penolakan lagi.
"Diamlah!" perintah Ardan dengan nada yang masih lembut.