Berada dirumah Keluarga besar Bara membuat Oca Speachless. Saking baiknya Ibu Natawilaga padanya, Oca semakin tertahan untuk tidak mengacau (Bersikap urakan). Padahal sebelum masuk tadi, Dia berjanji akan membuat keluarga Bara tak suka padanya. Namun, rencana tinggallah rencana. Perlakuan ibu Pemilik rumah ini membuatnya lupa akan tujuannya.
Rumah ini dipenuhi oleh orang-orang yang ramah. Bahkan Asisten rumah tangganya juga ramah padanya. Suasana rumah ini juga tidak terlalu kaku. Setidaknya, dengan hanya memiliki seorang putra, aura rumah ini tidak terlalu monoton. Furnitur rumah banyak yang modern. Bila Oca perhatikan juga, nuansa kayu dan batu alam mendominasi interior rumah ini. Ruang tengahnya menghadap taman dan kolam renang. Sepintas Oca berpikir, rumah ini cocok juga untuk membesarkan anak. Haha…, apa sih yang Gue pikirin, umpat Oca yang langsung menggeleng-geleng kepalanya.
Dan, ada yang istimewa dari rumah ini. Lemari-lemari buku disamping kursi ruang tamu ini menarik perhatiannya sejak duduk disofa. Berderet seperti toko buku dalam rumah, memberi kesan bahwa Keluarga ini gemar membaca. Tak heran bila Keluarga Natawilaga punya perusahaan penerbit, apalagi Bara yang memegangnya. Pria itu saja sudah seperti manusia protokol Bahasa Indonesia yang berbicara. Pipi Oca spontan menyembulkan senyum mendeham, saat mengingat cara bara berbicara.
Bara sendiri sedang tidak berada di tempat. Katanya Dia menjemput Kakeknya. "Apa Kakeknya tidak bisa jalan?" tanya Oca pada diri sendiri. "Maaf lama menunggu Oca..." sahut suara seorang wanita paruh baya dari belakangnya. Ah! Ibunya Bara, yang datang bersama Asisten rumah tangga kembali. "Terima...." mata Oca tak mengedip, "...kasih." Makanan yang dibawa itu begitu banyak. Kue kering, kue basah, dan Cake. Oca menelan ludah karena terkejut. Tamu disini hanya Dia seorang.
Tapi....
"Banyak sekali Tante" Oca memang lapar, tapi bukan berarti Dia bisa makan semuanya. "Iya, katanya Kamu suka makanan manis kan?" tanya Tante sembari tersenyum tipis. "Euh.. iya...tapi ini banyak sekali" jawab Oca, sekali lagi memandang Cake, dan makanan manis yang memenuhi meja ruang tamu itu. "Tante tahu dari mana Aku suka makanan manis?" tanya Oca kembali.
"Bara yang bilang"
"Bara?"
"Iya, katanya Kamu suka makanan manis yang banyak, jadi Tante siapin banyak biar Kamu bisa pilih.... Dihabisi semua juga tidak apa-apa" Jelas Ibunya Bara itu dengan senyumnya yang percaya diri. Oca tak tahu harus berkata apa, mulutnya hanya spontan menganga tanpa Dia sadari. Jelas sekali Bara ingin mengerjainya. Mana ada anak Gadis yang makan sebanyak ini? Dia tahu dari mana lagi Gue suka yang manis?
Bara, Pria yang ditanya akhirnya terlihat. Pria itu sudah tak memakai jasnya, ketika mendorong kursi roda seorang Kakek menuju ruang tamu tempat Oca berdiam. Oca spontan berdiri untuk menyapa Kakeknya Bara. "... Tak perlu berdiri" sapa Kakek itu pada Oca sudah berdiri. "Selamat malam Kek" jawab Oca sopan.
"Duduk, duduklah...tak perlu berdiri" ucap Kakek yang rambut putihnya yang menipis dan berbadan kurus itu. Oca kemudian duduk karena disuruh Kakek. Kursi rodanya berhenti di disamping Oca. Ibu Rieke kemudian mendekati kursi roda itu, “Apa Ayah sudah nyaman?” tanyanya. “Sudah Nak.... Cucu Eyang ini cukup tanggap” kata sang Kakek, yang melihat Bara juga cukup tanggap mengunci kursi rodanya. Bu Rieke sendiri sibuk membenarkan posisi duduk Kakeknya Bara, dan membenarkan bantal penyangga belakangnya. Sepertinya sang Kakek adalah orang yang yang sangat disayang di rumah ini, bahkan seorang Bara pun (yang notabenenya laki-laki) terlihat sangat telaten mengurusnya.
“Rosalia...” panggil Kakeknya Bara tiba-tiba. “Ya Kek...” jawab Rosa, sopan. "Kamu benar-benar sudah besar ya..” ucap Kakek lagi. "Ya..." Jawab Oca menunduk. Bila dipikir-pikir, dari pertanyaan Kakek itu, berarti Oca pernah bertemu dengannya kan? Tapi kapan?
Kakeknya Bara itu kemudian memperhatikan wajah Oca dengan seksama. Oca jadi merasa gugup. Kakek kemudian tersenyum. Sekilas, meskipun sudah tua, giginya masih banyak yang utuh. Tidak sesuai usianya, hihi. Umpat Oca dalam hati. “Terakhir kita bertemu waktu usiamu masih delapan tahun”
"Delapan ..tahun?" tanya Oca. Kapan ya? Dia tidak tahu kapan hal itu terjadi. "Waktu itu Ayahmu yang ajak Kamu berkunjung kerumah sakit. Kamu bahkan tidak lihat ke Eyang" jawab Eyang Brata. Oca kemudian mereka-reka kapan itu terjadi. Mulutnya membuka, akhirnya Dia teringat sesuatu. "Eyang... Brata?" Oca mengingatnya. Memang, momen itu tidak teramat berkesan. Dia ingat diajak kerumah sakit. Kakek itu adalah Eyang Brata. Waktu itu yang menemaninya adalah cucu perempuan. Benar, kalau tidak salah cucu perempuan. Lalu dimana Bara waktu itu?
"Apa yang Kamu pikirkan?" tanya Kakek tiba-tiba.