Kesal bercampur lapar, namun Oca terpaksa ikut mobil bara. Sebelum keluar tadi, Pemiliknya sudah siap menghadang Oca di depan rumah dan memaksanya untuk naik. Bara sendiri tidak berkata apa-apa sejak membawanya pergi. Tadinya, Oca yang marah berencana untuk pulang sendiri dengan taksi. Namun aksinya ternyata sudah diduga Bara. Pria itu lalu memaksanya masuk lagi kedalam mobil. Dan, keadaan tak bisa seperti ini terus. Oca merasa harus melakukan sesuatu agar keadaan tidak terlalu kaku baginya.
Ah benar! Oca teringat sesuatu. Didalam tasnya Dia menyimpan Headset. Daripada diajak mengobrol lagi oleh Pria disampingnya itu, Oca memilih untuk fokus pada lagu saja. Sreek! Tangannya membuka ransel miliknya, dan mengambil Headset putih untuk dipasang ditelinga, dan disambung ke Smartphonenya. Pilih lagu untuk mengubah Mood, dan dengarkan. Begini lebih baik. Bara takkan bisa mengajaknya mengobrol. Pria itu juga pasti hanya bertanggung jawab, memastikan bahwa anak orang ini sampai dirumah dengan selamat. Bila Oca ingat lagi pembicaraan tadi, Dia jadi kesal sendiri.
Dih! Dasar! Pakai nanya siapa yang suka sama kamu? Emangnya Aku ngarep? Sorry..! Emang sih, Eyang kayanya kaget dengar Bara punya Wanita lain? emang itu hal yang tidak lazim? punya Cewek yang ditaksir? hmm.. Apa mungkin tuh Cowok.. gak pernah mengutarakan perasaannya sama keluarga?
Oca mendengus, dengan mulut komat-kamit pelan. Bara yang menyadarinya juga ikut mendengus. Dia sepertinya tahu apa yang dipikirkan Oca namun tak mau ditanya olehnya. Krubuk! Bunyi perut Oca menggema. Bara spontan menoleh kembali, namun Oca tak menyadari bunyi perutnya (terbukti dengan sikap cueknya barusan). Tadinya Bara hendak bertanya, namun Dia kemudian mengecek GPS didepannya dan kembali mengemudi.
Rosalia, putri dari Pak Mahardika itu merasakan getaran perutnya sejak beberapa saat lalu. Disusul nyeri tekan dan lapar, Dia hampir tak bisa menahan wajahnya untuk cemberut. Sebetulnya dua hal itu sudah mencekam perutnya dari rumah Bara. Semua makanan manis yang Dia lihat di rumah Bara tadi hanya pajangan fatamorgana yang akhirnya tak bisa Dia makan. Seharusnya waktu ditawari Eyang dan Bara makan tadi, Dia memakannya saja. Oca menyesal hingga mulutnya berkomat-kamit kecil. Biasanya Dia akan meringis kecil karena lapar, namun tentu saja bila didepan Bara, hal itu hanya mempermalukannya. Terpaksa lapar ini harus Dia tahan sampai dirumah.
Krubuk! Bara melihat kearah Oca, lalu turun pada perutnya. Karena sunyi, bunyi kedua dari perutnya itu terdengar lebih jelas. Pria itu kembali menoleh pada Oca. Tentu saja sang pemilik perut bunyi itu tak tahu Bara mendengarnya. Bara juga yakin Oca sengaja tak mau ditanya dengan menggunakan Headset.
Oca sebetulnya menyadari gerakan wajah Bara yang dua kali berpaling padanya. Oleh karena itu, Dia terus memandang luar kanannya agar Pria itu tak bertanya. Karena itu adalah tanda Bara ingin memulai pembicaraan, pikirnya. Huh! Bukannya tadi Dia mau mengusirnya, buat apa baik lagi berbicara?
Gadis yang kelaparan itu menatap lagi jalanan, arah perjalanan menuju rumahnya. Perjalanan pulang ternyata masih setengah jalan. Jadi rasanya Oca harus menahan lapar sedikit lagi untuk sampai dirumah. Meskipun sebetulnya Dia ingin menginap dirumah Karen lagi, tapi biarlah. Untuk apa juga Bara mengantarnya kesana?
Syuuutt! Bara tiba-tiba memutar kemudinya berbelok kekanan, arah jalan lain. Loh? Menyadari hal itu Oca membuka Headsetnya. "Kita mau ke mana?” tanya Oca dengan kening berlipat. “Kita akan menghentikan alarm telat…” jelas bara “Hah?” Oca tak mengerti. “Perut Kamu dari tadi bunyi. Pasti Kamu diam karena kelaparan” jawab Bara lagi.
Kening Oca berlipat tebal, mendengar kata "Diam karena kelaparan" Oca tak tahan untuk tak berdalih. “Gue gak lapar. Putar balik aja, lagian bentar lagi pulang rumah!” seru Oca, ketus. “GPS memberitahukan ada kemacetan di dua kilometer di depan, beberapa menit tadi.” Bara menjawabnya acuh tak acuh, dalam posisi terus menatap kedepan. “Enggak! Pulang aja!” Oca menghentak ringan punggungnya pada kursi, mendengar Bara tak mengindahkan keinginannya. “Kamu ikut aja, kan Aku yang bawa mobil.” Jawabnya lagi dengan wajah cool dan suara rendah, membuat Oca naik pitam ditandai dengan alis kanannya yang berkedut dalam. "Terus, siapa yang maksa Aku coba naik mobil ini?!" Tukas Oca, ketus. "Jadi Kamu mau terjebak sama Aku berjam-jam?"
Oca melipat kasar kedua tangannya diatas perutnya yang keroncongan itu. “Kamu itu plin-plan ya? Katanya mau Aku pulang?! Aku dah mau pulang pake dihadang segala?.. Trus, apa juga maksud Kamu pakai tanya emang Kamu suka ma Aku?.. Emang Aku peduli? Dari awal juga Aku yang nolak Pertunangan mak-" Oca terhenti, hampir saja Dia mengatakan pertunangan makar, namun Dia menutupinya dengan menarik napas. "..... Aku juga tahu ada wanita lain di sisi Kamu.. Jadi.. Jangan puter-puterin Aku dengan tanggung jawab yang bahkan gak mau kita emban!” Oca menghela napas keras-keras, karena berhasil mengeluarkan unek-unek dalam hati, yang Dia tahan sedari tadi.
“Udah, marahnya?” Hanya itu pertanyaan Bara.
“Ha…?” Oca Spontan berguman tanya karena tak habis pikir, Pria disamping ini tidak memberikan tanggapan tepat atas PERNYATAANNYA.
"Kamu makin sopan ya marahnya.. Aku suka cara menyampaikanmu yang enggak blak-blakan dengan bahasa yang nyeleneh" ucapnya, tanpa ekspresi, masih menatap kedepan.
Nyeleneh WHAT? Gitu aja? Gada balasan apa kek?
Secepat itu Bara membuat Oca mati kutu. Berbahasa sopan? Memangnya Dia Guru bahasa Indonesia yang menilai Bahasaku dengan standar? Oca benar-benar tak habis pikir. Fakta bahwa Oca sudah mengatakan semua hal yang tidak enak didengar itu, seharusnya Dia terguncang, setidaknya menatapnya dengan tak nyaman. Atau minimal Dia melakukan adengan di film, dengan menghentikan mobilnya disuatu tempat dan mengajak bicara Oca. Namun Pria itu tidak melakukannya, Pria itu teramat tenang.
Ini pertama kalinya Oca bertemu Pria seperti Bara. Dulu Oca memang tahu tujuh info utama (2) tentang Bara karena banyak teman smpnya yang mencari tahu. Tapi, apa dari dulu teman-temannya tahu Dia seperti ini? Apa Pria itu memang tidak punya olah emosi sehingga CUEK terhadap masalah? Dia tak seperti Pria lainnya yang lebih emosional daripada Bara. Papa dan Esa, dua Pria dirumahnya itu juga suka meluapkan kekesalannya. Bila melihat keluarga Bara pun, Pria itu pasti dibentuk dengan kasih sayang. Terlihat dari cara keluarganya berinteraksi. Penuh kasih sayang, dan penuh perasaan. Apa yang salah dengan Pria ini ya? Kenapa Dia berbeda? Dia hampir tak pernah marah sejak mereka bertemu (kecuali keadaan tadi, yang hampir membuat Eyang Brata anfal).
Eh!
Ada yang Oca lupakan. Benar. Lupakan tentang amarah tadi! Ada hal yang ingin Dia ketahui (pakai sangat). Oca ingat tentang dirumah sakit itu membuatnya ingin bertanya. Anak Perempuan yang berusia sekitar delapan atau sembilan tahun yang hampir sebaya dengannya, membuatnya penasaran. Apa ada hubungannya dengan anak perempuan yang waktu itu berbincang dengan Bara ya?
Sreeet!
Bara akhirnya berhenti pada sebuah Restoran yang cukup besar. Cukup terang, dan nuansanya seperti Restauran Bali tepi pantai. "Kita akan mampir kesini untuk makan. Ini juga salah satu tempat yang sering kukunjungi" ucapnya, sambil membuka Sitbelt miliknya. Oca yang berdiam tak menjawab, membuat Bara menengok. "Ada apa?" tanyanya. Oca masih tertegun dan mengangguk-angguk, seakan masuk dalam-dalam pada dunia penjelasan pribadinya. "Hei" panggil Bara lagi dengan suara ringan.
Mata Oca membelalak, Dia segera melihat Bara yang setelah itu menggerakkan kepalanya berinisial ajakan keluar. "Ayo.. kita sudah sampai. Barusan perutmu bunyi lagi, tahu" sahut Bara dengan nada biasa. Kening Oca spontan membuat lekukan kembali, namun Dia berusaha untuk tidak terpancing pemberitahuan yang akan membuatnya jengkel itu. “Hmhf” Oca tak mau membalas blak-blakan seperti tadi. Sabar. Pria ini pasti tak akan membuat Oca menjadi bulan-bulanannya kalau Dia sedikit pendiam. Oca segera membuka pintu sampingnya. Dan Dia baru tersadar, kalau Restoran yang ada didepannya itu cukup besar. Bergaya bali dan nuansa pantai.
"Makan disini...?" tanya Oca