Dukdukdukdukduk!!
"Ocaaaa!!!" Teriak Mama dari ujung lantai atas, saat Rosalia (Oca) turun dengan cepat menuruni tangga rumahnya, sembari menjepit roti di bibirnya. Dengan rambut panjangnya yang belum terikat, dan memakai baju kemeja merah serta celana panjang jeans hitam andalannya, Oca dengan mudahnya menghindar cepat. "Caaa!" Panggil Mama lagi, yang menyusul mengejarnya dibelakang. "Oca, tunggu duluuu!"
Di kejar seperti ini, Kaki Oca semakin terburu-buru ingin sampai dilantai. Sungguh, permintaan Mama tak bisa Dia lakukan. “Ocaaaa!!” Teriak Mama lagi. "Aku bilang tidak ya tidak Ma! kenapa sih gak ditunda aja? Aku sibuk...! Sore ini Aku mau menghadiri mini konser penting!" Seru Gadis yang biasa dipanggil Oca oleh keluarganya itu. "Pertemuan akan kami adakan sore ini, pokoknya Kamu harus datang!Titik! Sudah berapa kali kan kamu gagal bertemu?!" seru mama tak mau kalah, dan masih berjuang mengejar Puteri satu-satunya itu hingga ikut berlari turun dari tangga atas. Namun nihil, tak sempat. Oca hilang berlalu melalui pintu depan rumah.
“Haaaaaahhh…, hah…hah… hah…. Anak itu…, haaah….” Mama sampai dibawah tangga, saat Dia ingin mengumpat untuk kelakukan Puterinya itu. Kecapekan, jelas. Mama dengan badan tuanya disertai napasnya yang terengah-engah (sembari memperbaiki sanggulnya yang hampir lepas), akhirnya hanya bisa terduduk. Keadaan itu berakhir dengan sanggahan kepalanya pada tiang tangga tempatnya terduduk. “Oca itu! Berapa kali sih Dia harus menghindar kaya gini! Masa Mama harus melakukan hal barbar baru Dia mau?, issssshh! Dasar Anak itu!” Umpat Mama, sembari memegang perut kanannya. Sepertinya, gelambir perutnya yang berguncang-guncang tadi membuatnya nyeri.
"Kejar-kejaran masalah perjodohan lagi, membosankan.." Maseha, Adik Oca yang biasa dipanggil Esa tiba-tiba bersuara dari meja makan. Dia sibuk menguyam roti panggangnya tanpa melihat Mama. Sikapnya yang acuh tak acuh -namun sebetulnya peduli -membuat mama mendengus. Bukannya membantu menyeret Kakak tomboinya itu, Dia malah asyik makan.
"Sa! Kenapa Kamu tidak bantu Mama sih?!" tanya Mama, ketus.
Esa yang memakai kaca mata dengan rambut rancung -ala minyak rambut mahalnya-kemudian menggoyangkan kacamatanya dengan percaya diri. "Tenang.. tenang maa.." terangnya dengan tapal tangan kebesarannya. Dengan jawaban seperti itu, Esa biasanya punya ide. “Tenang? tenang bagaimana?” masih ada nada sebal dalam pertanyaan Mama, namun Mama sepertinya akan mencoba mencari tahu, apa ide yang diusung Esa.
"Mama kaya gak tahu aja, Dia kan punya kelemahan" Benar. Esa terbilang cerdas untuk mencari ide-ide liar, termasuk menjahili Kakaknya. Mama berjalan, mendekati Esa dan duduk disampingnya dengan mata membulat. "Apa? apa itu?” tanya mama. "Tunggu dong ma.. tunggu... sebelum itu.." dengan tenangnya, Esa mengulurkan jari telunjuk dan jempol kirinya-yang menunjukkan inisial butuh uang. Mama mendengus, mau tidak mau Mama mengangguk setuju. "Beres! dua kali lipat untuk bulan ini, dan juga dengan syarat.." Mama mengacungkan telunjuknya, "Bila rencanamu berhasil..Kalau tidak, yaa… no money.." Jelas Mama, tak mau rugi.
“Kujamin, pasti akan berhasil…” jawab Esa.
“Oke. Baik. Mama akan pegang janji Mama. Jadi, tolong jelaskan RENCANA JITUmu pada Mama" Pinta mama yang memegang satu tangan Bocah bungsunya itu. "Rencana ini akan berhasil. Tapi… terbilang nekat sih"
"Ne,nekat?"
"Mama mau Oca datang atau tidak ?" tanya Esa lagi yang ingin meyakinkan Mamanya. "Oke mama ikut rencanamu! ini hari terpentingnya, kita tak boleh gagal lagi" sahut mama yang sudah pusing bagaimana caranya meyakinkan Oca bahwa pertemuan resmi dengan keluarga tunangannya harus dilakukan sore ini. Pertemuan ini bahkan sudah direncanakan sejak sebulan yang lalu. Tidak, bukan sebulan yang lalu saja, namun sebetulnya sejak sepuluh tahun yang lalu, saat Gadis itu bertemu tunangannnya diusia empat belas tahun.
"Hei! Esa, kenapa Kamu belum bersiap?" Tanya suara seorang Pria yang adalah Papanya. Papa yang berparas tinggi berkumis, dengan bentuk wajah lonjongnya yang mirip dengan Esa turun dari atas tangga. Dengan menggunakan Headset Dia sepertinya baru mengambil beberapa dokumen- yang sepertinya tadi terlupa- setelah makan pagi.
Papa akhirnya sampai "Apa yang kalian bicarakan?" Tanya Papa lagi seraya merapihkan sebagian rambut berminyaknya yang jatuh karena turun dengan cepat dari tangga. "Rencana Jitu untuk puterimu yang tomboy!" Jawab Mama yang juga merapihkan sanggul rambutnya, setelah mengejar Oca tadi. Papa menggigit bibir, dan menepuk keningnya. "Jadi Dia masih belum mau juga?!"
“Memangnya Papa tidak dengar tadi Mama lari-lari kejar Oca?” tanya Mama, dengan kening mengkerut yang dijawab menggeleng oleh Papa. Melihat headset yang menggantung di leher Papa, Mama akhirnya tersadar, Papa menggunakan Headset saat terjadi kerusuhan tadi. "Heuuuh, sudahlah" jawabnya sendiri.
"Sepertinya, tahu endingnya" jawab Papa.
Mama memanyunkan bibirnya, "Maka dari itu, Mama pusing deh"
"Aku sudah siap!" Esa akhirnya meraih tasnya yang Dia taruh di kursi.
"Esa...! Sekali lagi, Mama sangat bergantung padamu! oke Nak?" Tukas Mama yang merasa tertolong.
"Okey mama! Aku akan menghubungi Kalian begitu rencana tahap satu berhasil"
"Tahap satu?" tanya Papa.
"Makar pertama agar Oca datang ke perjodohan itu.., tahap dua terserah papa dan mama" sahut Esa yang lagi-lagi menggoyangkan kedua kacamata. Papa dan Mama saling