WARALIT

Nia
Chapter #1

#1 Pertanda atau trauma

Arman - Urang mah sigana erek ereun kuliahna, Ris.

Haris saling menatap dengan Mayang sesaat. Lantas Mayang merebut layar pintar Haris dan menunjukkan isi pesan dari teman mereka yang saat ini sedang cuti kuliah. Niat Haris menghubungi Arman untuk mengajaknya menyusun jadwal semester baru bersama setelah masa cutinya selesai. Namun, yang dia dapatkan justru kabar mengejutkan dari si Arman bahwa dia akan berhenti kuliah? Kenapa?

***

Haris memegang empat cangkir kopi dan berjalan menyusuri lorong kereta. Lantas dia duduk di kursinya yang berada bersebelahan dengan Riska.

"Nih kopinya," ucapnya menyodorkan gelas kopi kepada Riska. Riska segera membagikannya ke ketiga temannya yang memesan kopi lewat Haris. "Tumben, ya, kereta dari Pasar Sabtu sepi begini."

"Masa iya, Ris?" sambung Riska bertanya.

"Emang gerbong depan juga sepi, Ris?" tanya Alvin yang penasaran dibuatnya.

"Iya, kalo gak salah cuma ada sepasang sama mbak-mbak aja di gerbong depan."

"Lah iya-ya, aneh banget. Padahal kan ini masa-masanya liburan semester kampus, kan. Justru aturan rame, gak, sih?"

Riska mengangguk mendengar teori Mayang diikuti oleh Haris dan Alvin.

"Yaelah, gitu doang. Kenapa? Takut naik kereta hantu, lu? Mentang-mentang kita berangkat jam 8 malem, horor semua otak lu." Deny menyela sembari mengulurkan tangannya mengambil kopi bagiannya. "Ini tuh masih pertengahan tahun, lu ngarepin kereta serame pas kita liburan tahun baruan kemaren? Dah, jangan ngaco otak lu."

"Tapi, kan, Den, emang aneh. Coba lu pikir, emang pernah kita sebelum-sebelumnya kedapetan kereta sesepi ini?"

"Denger ya, Yang-Mayang. Jangan dibawa ribet, siapa tahu ini kereta sepi karena kebanyakan anak kampus milih naik bus atau alternatif laen. Lu lupa, berapa harga tiket kita barusan? "

"Bener juga, tiket kereta lagi tinggi banget, ya," sahut Haris yang mulai membenarkan ucapan Deny.

"Hmm bener juga, sih, kayaknya efek arus balik mudik lebaran belum habis kali, ya. Terus ini tuh, sepi, ya karna udah gak ada yang pulang dari mudik lagi aja mungkin."

"Nah, itu Riska pinter. Udahlah, jangan horor mulu otak lu pada."

Deny membenarkan duduknya. Menyandarkan punggung untuk beristirahat diikuti dengan teman-teman yang lain juga kembali ke tempat duduk mereka. Sedangkan Haris justru termenung sendirian.

Meski teman-temannya berteori dengan logika yang ada, tapi Haris yang berjalan melewati dua gerbong menuju gerbong makanan itulah yang merasakan kejanggalan itu sendiri. Bukan hanya sepi, Haris juga merasa senyap yang sangat mengganggu. Memang suara mesin kereta api masih dapat ia dengar, akan tetapi hanya itu. Tidak ada suara lain saat Haris melewati dua gerbong tadi. Tidak ada satu pun penumpang yang sedang mengobrol ataupun tidur. Mereka, penumpang yang Haris lewati semua sedang bangun, tapi anehnya mata mereka menatap kosong.

Haris menarik napasnya dalam. Ah, mungkin ini hanya perasaannya saja yang merasa sepi. Mungkin juga karena Haris sudah lama tidak menggunakan kereta api untuk dia pulang ke Kuningan.

Lihat selengkapnya