Waras di Zaman Edan

Bentang Pustaka
Chapter #1

Pengantar : Karena Saya Seorang Penulis

Tuhan memberi banyak kegembiraan kepada saya, em­pat di antaranya saya sebut di pengantar ini: ber­­musik, menggambar, menulis, dan bicara. Ke­em­­pat­­nya mengubah hidup saya. Saya menyangka mu­sik ada­­lah tujuan hidup saya karena sejak kecil tak ada hari tan­pa menyanyi. Oleh tetangga kanan-kiri, saya malah disetarakan dengan radio yang saat itu adalah barang langka. Maka, jika mereka hendak mendengar nyanyian, tetapi radio tak ada, sayalah yang disetelnya.

Hafalan saya pada lagu-lagu saat itu dianggap baik sekali. Suara saya juga dianggap merdu. Saya bangga ­pa­da seluruh anggapan itu. Semakin bangga, sema­kin ber­semangat saya menyanyi. Saya pernah mene­mukan batok loudspeaker radio rusak. Itulah alat saya menyanyi setiap menjelang tidur. Saya menyanyi, mem­ba­yangkan siaran, dan mengomel dengan mulut me­nempel di batok plastik itu sampai kelelahan dan ke­tiduran, hampir tiap malam.

Saat itu, semua nyanyian di radio saya tirukan. Na­mun, puncak karier saya di dunia musik justru berakhir ketika saya masuk Jurusan Diploma Seni Musik IKIP Semarang. Inilah satu-satunya ijazah tertinggi yang saya miliki dan celakanya alpa saya ambil. Ketika hendak saya ambil, kam­pusnya su­dah bubar. IKIP sudah berganti menjadi Uni­versitas Ne­geri Semarang dan saya tak yakin ijazah itu masih tersimpan di sana. Menyesal mestinya, te­tapi mungkin begitulah jalan hidup saya. Bisa jadi kalau ijazah itu sempat diambil, saya benar-be­nar akan menjadi guru dan betapa tidak cocok orang seperti saya mengajar karena saat itu rasanya cuma ingin jatuh cinta kepada murid melulu.

Pada seni musik itulah saya tersadarkan bahwa saya bukan Ariel Noah. Kemampuan gitar saya yang dika­gumi saat di kampung ternyata menjadi recehan saja begitu ketemu lawan sesungguhnya. Suara saya yang saya sangka merdu itu juga langsung lenyap ditimpa suara teman-teman yang lebih berbakat. Untuk itulah saya menjadi kartunis. Tepat di hari wisuda, saya malah memilih magang sebagai kartunis di Harian Suara Mer­deka. Bangga sekali rasanya waktu itu diterima sebagai calon kartunis di koran terkemuka ini.

Lihat selengkapnya