Waras di Zaman Edan

Bentang Pustaka
Chapter #3

Wabah Kesanggupan

Di India, ada aktivis bernama Kiran Bir Sethi. Ia se­orang perempuan muda, cantik, dan dinamis yang menggalakkan program kampanye “I Can” dari timur sam­­pai ke barat India khusus untuk anak-anak. Dari se­kitar seribu anak yang telah ikut program ini men­catat per­kembangan menarik: kesanggupan me­reka atas segala se­suatu meningkat secara menge­jutkan. Keper­cayaan diri me­reka bertumbuh dan ke­gem­biraan mereka sebagai anak-anak tersulut.

Masih dari India, seorang pendidik, Sugat Mitra, mem­buat eksperimen: di sebuah desa pedalaman, tem­pat anak-anak memiliki seluruh keterbatasan akses pendidikan, ia meletakkan sebuah komputer aktif leng­kap dengan internet berkecepatan tinggi. Aksi anak-anak itu direkam lewat kamera tersembunyi dan catatan waktu disertakan juga di dalam pengamatan. Hasilnya, dalam sekian waktu, seorang anak yang sama sekali awam komputer, tidak cuma bisa mengoperasikan kom­­puter, tetapi juga bisa berselancar dengan internet untuk akhirnya mengajar te­man-teman lainnya.

Kampanye pertama itu hasil dari sebuah keyakinan bahwa segala sesuatu bersifat menular, termasuk se­ma­ngat dan kegembiraan. Percobaan kedua bertolak da­ri ke­­yakinan bahwa anak-anak memiliki kesanggupan meng­ajar dirinya sendiri. Dua soal ini adalah soal yang kadang-kadang tidak dirawat dengan baik oleh kuri­kulum yang sibuk menetapkan standar-standar resmi. Maka, banyaklah pencapaian resmi yang bernilai tinggi di sekolah, tetapi di dalam kenyataan bernilai rendah. Ada ilmu-ilmu yang menganggur dan ada yang belajar banyak, tetapi cuma mem­­peroleh sedikit.

Lalu, terjadilah banyak lalu-lalang kepentingan. Di situ ada banyak pengangguran, di situ pula banyak lo­wongan pekerjaan. Sementara banyak orang kesulitan men­­cari pekerjaan, banyak perusahaan kesulitan men­ca­ri karyawan. Kini, sudah saatnya soal-soal yang tidak res­mi itu dirawat dan dikembalikan ke tempatnya se­bagai penyeimbang soal-soal resmi, yang ternyata ti­dak bisa bertugas sendirian. Bahwa manfaat sekolah telah lama terbukti, tak perlu diperdebatkan. Namun, bahwa sekolah baru menjangkau sebagian sisi, juga sudah terbukti. Se­kolah mengembangkan satu hal, te­tapi tidak boleh me­runtuhkan hal lain. Misal, karena keresmiannya, apalagi karena kekeliruannya, lalu cuma menghasilkan sedikit pe­ngetahuan walau sesungguhnya ia bisa menghasilkan lebih banyak. Pihak yang mestinya sanggup lebih cepat, tetapi terpaksa pelan, itu sungguh kelemahan sekolah yang harus diwaspadai. Sudah cuma memperoleh sedikit, lama, masih mahal pula adalah soal berikutnya yang harus diteliti.

Kini, telah ada penelitian yang jelas: bahwa hanya de­ngan mengampanyekan “Saya Bisa,” murid terpantik un­­­tuk melompat lebih jauh dari yang ia bayangkan sen­diri. Cuma dengan melihat komputer, anak-anak me­miliki ke­sanggupan mengajar dirinya sendiri. Jadi, se­betulnya betapa mudah tugas sekolah ketika harus mengajar anak-anak yang ternyata cerdas semacam ini.

Yang saya sebut sebagai mudah itu bukan berarti soal mudah, melainkan ia benar-benar mudah jika memiliki alat yang tepat. Misalnya, berkendara pasti lebih cepat ke­tim­bang jalan kaki. Memiliki alat yang tepat agar cepat itu­lah yang membuat mudah karena apa jadinya kalau se­sungguhnya kita ini mampu berjalan cepat, tetapi se­ngaja berlambat-lambat oleh sebuah alasan saja.[]

Lihat selengkapnya