Waria Bernama Alya

Zizan
Chapter #9

Ayah Yang Mulai Curiga

Pagi itu, Andre sedang menyisir rambutnya di depan cermin. Ia tidak tergesa. Gerakannya pelan, lembut, seolah setiap helai rambutnya harus diperlakukan dengan hati-hati. Ia menyukai rutinitas itu. Ada ketenangan di dalamnya. Tapi ia tidak sadar bahwa dari balik pintu kamar yang sedikit terbuka, ayahnya sedang mengawasi.


Ayah Andre berdiri diam. Wajahnya datar, tapi matanya tajam. Setelah beberapa detik, ia berjalan pergi tanpa suara. Andre tidak tahu bahwa hari itu, sesuatu telah berubah.


Sore harinya, Andre duduk di ruang tamu sambil membaca majalah sekolah. Ia lebih banyak diam, dan ibunya sudah terbiasa dengan itu. Tapi ayahnya mulai gelisah. Ia merasa anaknya berubah. Semakin hari, Andre terlihat lebih lembut. Gerak tubuhnya halus. Nada bicaranya pelan. Ia juga makin jarang keluar rumah untuk bermain bola atau bersepeda seperti anak laki-laki lain.


“Ndre,” panggil ayahnya dari dapur.


Andre menghampiri.


“Kamu kenapa akhir-akhir ini ngomong kayak cewek?”


Andre tertegun. Ia bingung menjawab.


“Ayah tanya baik-baik. Kenapa suara kamu lembek?”


“Aku... enggak sadar, Yah,” jawabnya pelan.


Ayah menghela napas panjang. “Mulai besok, kamu ikut les bela diri. Ayah udah daftarin.”


Andre terdiam. Ingin menolak, tapi ia tahu tidak bisa.


“Ayah nggak mau anak laki-lakinya jadi lemah. Dunia itu keras. Kamu harus kuat.”


Kata-kata itu menusuk. Bukan karena maknanya, tapi karena cara ayahnya mengatakannya. Seolah kelembutan adalah kelemahan. Seolah jadi seperti dirinya adalah kesalahan.


Malam itu, Andre tidak bisa tidur. Ia menulis di buku hariannya lebih banyak dari biasanya.


aku nggak salah jadi aku. aku bukan lembek. aku cuma bukan seperti yang mereka mau. tapi kenapa harus disalahin?


Beberapa hari kemudian, Andre mulai ikut les bela diri. Ia berdiri di antara anak-anak laki-laki lain, semua mengenakan seragam putih dan sabuk kain.


Latihannya keras. Pelatihnya tegas. Setiap gerakan harus cepat, kuat, dan tepat.

Lihat selengkapnya