Waria Bernama Alya

Zizan
Chapter #15

Mereka Yang Tak Pernah Bertanya

Hari-hari di sekolah tidak lagi sehangat dulu. Sejak latihan tari dimulai, Andre mulai merasakan jarak yang tumbuh pelan-pelan. Bukan jarak yang tampak jelas seperti pengusiran atau ejekan terang-terangan, tapi seperti tembok bening yang tak bisa ditembus.


Teman-teman sekelasnya mulai jarang mengajaknya bicara. Meja yang dulu selalu ramai kini terasa sunyi. Saat istirahat, Andre lebih sering duduk sendiri, sibuk dengan bekal atau buku gambar yang selalu ia bawa.


Beberapa anak memilih berbalik arah jika melihatnya datang. Ada pula yang hanya melempar senyum tipis, tanpa kata. Mereka tidak pernah bertanya. Tidak pernah menyinggung soal tari, soal cara bicara Andre yang semakin lembut, atau soal lip balm yang kadang tertinggal di meja.


Keheningan itu lebih menyakitkan daripada ejekan. Karena dalam diam itu, Andre merasa seperti bayangan.


Namun di antara semua itu, ada satu yang tetap tidak berubah.


Tio.


Tio tetap duduk di sebelahnya. Tetap menepuk punggungnya saat Andre terlihat lelah. Tetap membawakan dua botol minuman, satu untuknya dan satu untuk Andre. Tetap mengajak pulang bareng, meski jarak rumah mereka kini berbeda.


Mereka tidak pernah bicara tentang apa yang sedang terjadi. Tidak pernah ada pertanyaan dari Tio seperti, "Kenapa kamu berubah?" atau "Apa kamu sekarang suka jadi perempuan?" Tidak pernah.


Tapi dalam diamnya, Andre tahu bahwa Tio melihat. Dan yang lebih penting, Tio menerima.


Lihat selengkapnya