Dua tahun telah berlalu sejak malam di atap rumah, sejak nama ‘Alya’ lahir di bawah gemuruh kembang api. Waktu terus berjalan dan bersama waktu itu, Alya tumbuh. Dari hari ke hari, ia makin mengenali dirinya, menerima perubahan-perubahan kecil, dan menanam harapan-harapan baru di dada.
Hari itu, pagi di Jakarta cerah. Sinar matahari menyusup dari celah tirai kamar Alya, membelai wajahnya yang masih mengantuk. Ia membuka mata perlahan dan meraih ponsel yang tergeletak di sisi bantal. Ada notifikasi email baru. Jantungnya berdetak lebih cepat.
Dengan tangan sedikit gemetar, ia membuka kotak masuk. Subjek email itu langsung menarik perhatiannya.
Selamat! Anda Diterima di Fakultas Psikologi Universitas Negeri Jakarta.
Alya menutup mulutnya. Ia tidak ingin berteriak dan membangunkan seluruh rumah, tapi rasa bahagia yang meledak dari dadanya tak bisa disembunyikan. Matanya berkaca-kaca.
Ia berlari keluar kamar, melewati ruang tengah, langsung ke halaman belakang di mana ibunya sedang menyiram bunga.
"Bu! Aku... aku diterima!"
Ibunya menoleh. Wajahnya yang awalnya terkejut berubah menjadi haru. Ia memeluk Alya erat, tanpa berkata apa-apa. Air matanya menetes di bahu anaknya.
Hari itu terasa seperti pembuktian. Bahwa segala luka, segala perjuangan, semua air mata diam-diam, tak sia-sia.
Sore harinya, ponsel Alya berdering. Nama Tio muncul di layar. Ia angkat dengan cepat.