Waria Bernama Alya

Zizan
Chapter #22

Aku Bukan Laki-laki

Hari itu hujan turun pelan-pelan. Tidak deras, tapi cukup untuk membuat atap kosan Alya bergemuruh dengan denting air. Langit Jakarta muram, seolah ikut memeluk gelisah yang sedari tadi berputar di dada Alya.

Di kamar kecil berukuran 3x3 itu, Alya duduk di tepi ranjang. Rambut panjangnya setengah basah. Ia baru saja mandi, tapi air di tubuhnya belum sempat menghangatkan pikirannya. Di meja, dua cangkir teh manis mengepul pelan. Satu untuknya, satu lagi untuk Tio yang sedang duduk bersila di lantai, bersandar pada dinding dengan hoodie yang basah di bagian bahu.

Mereka diam cukup lama. Hanya suara hujan dan jam dinding yang terdengar.

Alya menatap Tio. Dalam matanya, ada ragu. Tapi juga tekad. Sudah terlalu lama ia memendam kata-kata itu. Kata-kata yang bahkan belum pernah ia ucapkan lantang, bahkan kepada dirinya sendiri.

“Tio,” ucapnya pelan. Suaranya serak, tapi tidak bergetar.

Tio menoleh. “Hmm?”

“Ada sesuatu yang harus gue bilang.”

Tio tidak menjawab, hanya mengangguk dan menatap Alya dengan penuh perhatian. Wajahnya lembut, seperti selalu. Tak ada tekanan. Tak ada paksaan.

Alya menarik napas panjang.

“Gue... gue bukan laki-laki.”

Tio tetap diam.

“Gue tahu orang-orang lihat gue begitu. Tapi sejak lama, gue tahu, hati gue gak ada di situ.”

Ia menunduk. Tangan di pangkuannya mengepal, bergetar. Suaranya nyaris tenggelam oleh suara hujan.

“Aku ngerasa... lebih nyaman jadi perempuan. Setiap kali gue pakai pakaian yang lembut, setiap kali rambut ini nyentuh leher gue, gue ngerasa hidup.”

Lihat selengkapnya