Waria Bernama Alya

Zizan
Chapter #28

Surat untuk Ibu yang Tak Pernah Dibalas

Malam turun perlahan di Jakarta. Langit berpendar jingga keabu-abuan sebelum akhirnya menghitam sempurna. Lampu-lampu jalan menyala satu per satu, seperti bintang buatan manusia yang setia menjaga kota yang tak pernah benar-benar tidur.

Di kamar kosnya, Alya duduk di meja kayu kecil yang mulai lapuk di sudut ruangan. Sebuah kertas surat tergeletak di depannya. Tangannya menggenggam pena, tapi belum menulis apa pun. Sudah hampir sejam ia menatap lembar putih itu, seakan huruf-huruf yang ingin ia tulis sedang bermain petak umpet dalam pikirannya.

Di seberang ruangan, kipas angin berputar lambat. Suaranya mengiringi gemuruh samar dari jalan raya di luar. Suasana malam itu terasa sepi dan berat. Bukan karena kesunyian, melainkan karena isi hati Alya yang penuh tapi tak tahu harus ditumpahkan dari mana.

Ia menarik napas dalam-dalam. Lalu mulai menulis.

Ibu,

Aku harap surat ini sampai ke tanganmu dalam keadaan baik. Aku tahu sudah lama aku tidak pulang. Bahkan aku tahu, sejak aku mulai berubah, sejak aku memilih jalanku sendiri, Ibu seperti menjauh. Tapi aku menulis ini bukan untuk menuntut apa-apa. Aku hanya ingin Ibu tahu, aku masih anak Ibu. Masih Andre yang dulu, tapi sekarang aku lebih jujur pada diriku sendiri.

Namaku sekarang Alya.

Aku tahu, nama ini mungkin sulit Ibu terima. Tapi nama ini bukan sekadar huruf. Ini adalah hidupku yang sebenarnya. Ini adalah suara yang selama ini terpenjara di dalam tubuh yang salah. Aku mohon, jangan anggap aku mati, hanya karena aku memilih hidup dengan jujur.

Pagi ini, aku berdiri di depan cermin dan melihat bayangan yang tak lagi asing. Aku melihat wajahku yang perlahan berubah. Tubuhku yang mulai mengikuti hati dan jiwaku. Dan aku bahagia, Bu. Aku benar-benar bahagia.

Tio... dia masih di sini. Dia tidak pergi. Dia tetap menggenggam tanganku, bahkan ketika aku sendiri gemetar.

Aku mencintainya, Bu. Dan dia mencintaiku. Mungkin ini juga sulit Ibu pahami. Tapi cinta kami bukan tentang jenis kelamin. Cinta ini lahir dari bertahun-tahun kebersamaan, dari rasa saling menjaga, dari kejujuran dan luka yang kami lewati bersama.

Aku ingin sekali Ibu bisa melihat kami bukan sebagai penyimpangan, tapi sebagai dua manusia yang saling menyembuhkan. Aku tidak minta restu sekarang, hanya pengertian. Aku ingin bisa memeluk Ibu lagi. Bukan sebagai Andre, tapi sebagai Alya yang lebih tenang, lebih lembut, dan lebih jujur.

Lihat selengkapnya