Waria Bernama Alya

Zizan
Chapter #45

Tio Membuka Usaha Makanan Kecil

Pagi itu, mentari Jakarta menyelinap pelan ke jendela kamar kos mereka. Alya sedang menggambar sketsa desain banner dengan spidol hitam di atas selembar kertas karton bekas. Tio duduk di lantai, menghitung uang dari celengan, lembar demi lembar, sambil sesekali menghela napas pelan.

"Ini semua yang kita punya. Dua juta enam ratus lima puluh ribu rupiah. Cukup nggak, ya, buat mulai?"

Alya menatapnya lalu tersenyum. "Cukup kalau kita yakin. Lagian, nanti aku bantu promosi. Kita bisa mulai kecil, tapi bareng-bareng."

Mereka memang tak punya banyak, tapi semangat yang tumbuh di antara mereka jauh lebih besar dari angka-angka di dompet. Setelah hari-hari panjang penuh caci maki dan penolakan, kini mereka ingin menanam harapan. Bukan untuk membuktikan pada orang lain, tapi untuk saling menjaga, saling tumbuh.

Tio punya ide sederhana: warung makan kecil yang menyajikan menu rumahan murah meriah di depan gang tempat mereka tinggal. Ia suka memasak sejak kecil, dan Alya tahu itu lebih dari sekadar hobi. Masakan Tio selalu membuat Alya merasa seperti di rumah.

Siangnya, mereka pergi ke pasar. Membeli kompor bekas, wajan, panci, bahan makanan, dan beberapa kursi plastik. Di perjalanan pulang, Alya tetap semangat meski bajunya basah oleh keringat.

"Kita kasih nama apa, ya?" tanya Tio sambil memanggul wajan besar.

"Namanya ‘Warung Kita’. Karena ini milik kita. Milik cinta kita juga," jawab Alya, yang langsung membuat Tio tersenyum malu-malu.

Malam itu, mereka membersihkan halaman depan kosan. Menyapu, mengepel, menempel spanduk buatan tangan, dan menyusun kursi seadanya. Alya bahkan membuat akun media sosial khusus untuk warung mereka. Ia memotret Tio sedang menggoreng tempe, menulis caption singkat: “Masakan rumah, dari hati yang hangat. Datang ya ke #WarungKita.”

Hari pertama buka, hanya dua orang yang datang. Seorang tukang ojek dan seorang ibu yang tinggal di ujung gang. Tapi mereka tersenyum puas setelah makan. Itu cukup bagi Tio untuk percaya bahwa semuanya akan baik-baik saja.

"Kita nggak perlu buru-buru. Pelan-pelan, ya?" kata Alya malam itu saat mereka duduk di lantai, menghitung uang hasil jualan yang tak sampai seratus ribu.

Lihat selengkapnya