Aurell sedang memindahkan semua barang belanjaan yang di di belinya ke dalam kulkas. Ia menyimpan buah-buahan yang di belinya ke bagian bawah kulkas sementara nuget dan potongan ayam di simpannya di bagian atas kulkas yang memiliki suhu jauh lebih dingin.
Selesai makan malam Lena dan kedua anaknya berada di ruangan tengah. Mereka sedang menyaksikan sebuah acara situasi komedi di saluran tv nomor enam. Mereka tertawa sambil menyantap cemilan. Aksi konyol dari para pemerannya mampu mengocok perut Lena. Aurell berbaring di sofa ia menggunakan bantal untuk menopang kepalanya. Lena dan Rupert duduk saling berdampingan di tengah-tengah mereka ada buah anggur yang baru mereka beli di super market tadi sore.
"Semuanya terserah padamu sayang," ucap Lena memberikan jawaban ketika Aurell sedang mempertimbangkan tawaran Glen untuk bergabung dengan klub teater di sekolah mereka.
"Aku tidak memiliki bakat untuk berakting menjadi orang lain. Tapi aku tertarik dengan dunia seni peran," ujar Aurell.
"Justru kau harus mencobanya. Agar kau tahu seperti apa berakting." Lena memberikan pendapatnya pada Aurell. Ia mengambil dua butir anggur hijau lalu memakanya secara bersamaan.
"Kau ingin masuk ke dalam klub teater bukan karena kau tertarik dengan akting. Tapi kau tertarik dengan Glen. Iya kan," celetuk Rupert meledek kakanya yang tengah bebaring di sofa.
"Apa!!!!" Aurell kaget dengan perkataan adiknya. Ia lalu melempar beberapa keripik singkong ke arah Rupert. Lena hanya diam dan tertawa ia sudah biasa melihat mereka berdua bertingkah seperti itu. Kali ini ia tertawa bukan karena acara komedi di layar televisi melainkan karena tingkah pola kedua anaknya.
Malam sudah semakin larut. Lena dan kedua anaknya tertidur pulas di atas ranjang mereka masing-masing. Aurell selalu menutup rapat pintu kamarnya tanpa di kunci sementara Rupert yang mengenakan pakaian tidur tidak pernah menutup pintu kamarnya.
Ia selalu membiarkan pintunya setengah tertutup agar cahaya masih bisa masuk ke dalam kamarnya. Rupert tertidur sangat pulas selimut menutupi sebagian tubuhnya ada sebuah guling yang terletak di pojok kasurnya yang hampir terjatuh. Gelap menyelimuti seisi kamar Rupert hanya ada sedikit cahaya yang masuk ke dalam kamarnya. "Krreekkk..." Suara pintu kamarnya yang mendadak bergerak.
"Kreeekkkk....." Entah kenapa pintu kamar Rupert bergerak maju lalu bergerak mundur dengan sendirinya. Pintu kamar itu tidak mau berhenti bergerak seperti ada seseorang yang memainkannya. Suaranya membuat anak itu terbangun dari mimpinya. Ia perlahan membuka matanya. Rasa kantuk masih berusaha untuk menguasi dirinya.
Namun ia membuka matanya lebar-lebar ketika melihat pintu kamarnya bergerak-gerak dengan sendirinya. Jatung Rupert berdegub kencang rasa takut menghantui dirinya. Ia masih menatap ke arah pintu kamarnya yang berada tepat di hadapannya. Pintu itu bergerak maju dan mundur semakin kencang suara dari gesekan engselnya semakin terdengar kencang.
Rupert perlahan menarik selimut yang menutupi sebagian tubuhnya. Ia menarik selimut itu ke atas secara perlahan. Rupert menggunakan selimutnya untuk menutupi dirinya hingga mencapai hidungnya. Rupert mencoba berlindung dari rasa takut di balik selimutnya. Napasnya tidak beraturan ia sangat ketakutan dan pergerakan pintu itu semakin cepat.
Ia masih saja menatap ke arah pintu yang bergerak dengan sendirinya. Tapi pintu itu berhenti secara tiba-tiba. Rupert menghela napasnya ia masih berusaha untuk menghilangkan rasa takutnya. Dengan sangat perlahan Rupert menurunkan selimut yang menutupi sebagian wajahnya. Ia bangkit dari posisi tidurnya dengan sangat hati-hati. Rupert masih menatap pintu yang terbuka lebar di jadapannya.
Anak itu mulai berancang-ancang ia menggerakan kakinya dan berlari dengan cepat ke arah pintu keluar. Tinggal sedikit lagi ia berhasil keluar namun secara mengejutkan pintu itu bergerak dengan sendirinya secara cepat dan langsung menutup rapat.
"Ibu....!!!!" teriak Rupert di dalam kegelapan kamarnya. Ia terus menggedor gedorkan pintu kamarnya. Rupert menggenggam gagang pintu untuk membukanya. Namun pintu itu tertutup sangat rapat tidak ada celah untuk Rupert bisa keluar dari kamarnya.
"Ibu!!!!.... Ibu!!!..." Rupert terus berteriak sambil menggedor gedorkan pintu kamarnya dengan kedua tangannya yang di kepal. Teriakan Rupert membangunkan kakanya yang sedang tertidur di dalam kamarnya. Aurell terkejut mendengar suara teriakan yang telah membangunkannya. Dengan cepat ia berlari keluar dari dalam kamarnya. Ia langsung menuju sumber suara yang ia tahu pasti itu adalah suara Rupert.
Aurell berdiri di depan kamar adiknya ia melihat pintu itu sudah dalam keadaan tertutup. Ia melihat gagang pintu kamar adiknya bergerak gerak keatas dan kebawah. Aurell langsung menyentuh gagang pintu itu dan mencoba untuk membukanya. Aurell kesulitan untuk membukanya ia dengan kuat mencoba untuk membuka pintu kamar adiknya namun pintu itu sangat sulit sekali di buka.
"Kau kenapa?" tanya Aurell yang berada di luar.
"Aurell. Cepat buka pintunya," teriak Rupert.
Aurell menggunakan bahu kananya untuk membuka pintu itu. Ia berkali-kali mencoba untuk mendobrak tapi tetap pintu itu tidak terbuka.
"Aku sedang mencobanya," teriak Aurell yang terlihat panik dengan keadaan adiknya.
Lena yang tertidur di lantai bawah mendengar suara-suara bising di telinganya. Ia membuka matanya yang masih merasakan rasa kantuk. Lena mendengar suara yang sangat ribut dari lantai atas. Ia dengan cepat berlari ke luar kamarnya Lena langsung berlari ke arah tangga dan menaikinya dengan cepat. Dari ujung tangga ia sudah bisa melihat Aurell sedang berdiri di depan kamar Rupert.
"Ada apa?" tanya Lena, panik.
"Aku tidak tahu. Dia terus berteriak sejak tadi."
Lena mencoba membuka pintu kamar anaknya itu. Ia menggunakan bahunya untuk mendobraknya berkali-kali.
Di dalam kamar Rupert sangat ketakutan ia berhenti berusaha untuk membuka pintunya. Rupert membalikan tubuhnya ia merasa ada seseorang yang yang berada di dalam kamarnya selain dirinya. Di dalam kamarnya yang gelap ia tidak bisa melihat apapun dengan jelas. Namun ia mencoba membuka matanya lebar-lebar.
Ia melihat ke segala sudut di kamarnya ia tahu ada sesuatu yang bergerak di sana. Rupert menyandarkan tubuhnya pada pintu. Ia mengerenyitkan dahinya. Rupert sadar betul ada sesuatu yang bergerak ke arahnya. Anak itu mencengkram celananya sendiri sangat kuat di hadapannya ia melihat sebuah tangan yang mendatanginya. Tangan itu tiba-tiba saja muncul dan memetikan jarinya tapat di depan wajah Rupert hingga menimbulkan suara gesekan antar kulit jari.
Di saat yang bersamaan Lena berhasil membuka pintu dengan paksa. Ia langsung masuk kedalam kamar anak laki-lakinya. Kedua alis Lena mengkerut mimik wajahnya keheranan. Ia melihat Rupert masih terbaring di tempat tidurnya. Wajah anaknya itu terlihat sangat pulas.
Selimut bahkan masih menutupi tubuhnya. Rupert terbaring pulas di tempat tidurnya. Tidak ada perubahan sama sekali pada dirinya. Aurell juga sangat keheranan dengan apa yang di lihatnya. Jika Rupert masih terlelap tidur lalu siapa yang tadi berteriak meminta bantuannya itu pertanyaan yang ada di dalam benak Aurell.
"Aku mendengarnya sendiri berteriak," ucap Aurell pada ibunya.