Warisan Perempuan Terbuang

Shinta Larasati
Chapter #9

Perlawanan Dalam Hati

Setiap hari berlalu dengan penuh kesunyian dan penderitaan. Di bawah atap kediaman Klaus, Eliza merasa seperti bayangan dari dirinya yang dulu. Eliza merasa dirinya telah berubah begitu banyak sehingga ia hampir tidak mengenali dirinya sendiri. Penderitaan yang menderanya telah membuat perubahan dalam hidupnya. Eliza merasa dirinya hanya seperti bayangan atau refleksi samar dari siapa dirinya yang sebenarnya di masa lalu.

Di tengah segala kesengsaraan, perlahan-lahan muncul sesuatu yang baru dalam hatinya—sebuah perlawanan yang tak terlihat namun sangat kuat, bahkan lebih kuat dari sebelumnya. Dia tidak akan pernah mau terus-menerus menjadi korban dari nasib buruk yang menimpanya.

Ketika dia duduk di dekat jendela rumah, memandangi langit yang luas, Eliza merenungkan hidupnya. 

“Aku bukan boneka yang bisa diatur sesuka hati. Aku manusia yang punya hak dan martabat,” bisiknya meyakinkan dirinya sendiri.

Suatu malam, ketika Klaus tertidur lelap setelah mabuk berat, Eliza menyelinap keluar dari kamar. Dia berjalan pelan menuju taman kecil di belakang rumah, mencari tempat yang bisa memberinya sedikit ketenangan. Di bawah sinar bulan, Eliza duduk di atas bangku kayu dan menatap bintang-bintang di langit.

"Aku rindu rumah. Rindu dengan kebebasan yang dulu pernah kurasakan. Aku ingin bebas lagi. Aku ingin hidup tanpa rasa takut,“ gumamnya dengan mata berkaca-kaca. 

Perlawanan di dalam hati Eliza semakin menguat. Setiap hari, dia berusaha menemukan sedikit kebahagiaan di tengah penderitaan. Ketika Klaus memarahinya, Eliza mulai menatap matanya dengan berani, meskipun dia tidak bisa membalas kata-kata kasar itu secara langsung. Dia ingin menunjukkan bahwa semangatnya belum patah.

Pada suatu kesempatan, ketika Klaus meninggalkan rumah untuk beberapa hari, Eliza mulai sedikit demi sedikit menyusun langkah-langkah kecil yang bisa dia ambil untuk melaksanakan rencananya. Dia tidak mau mengalami kegagalan yang sama seperti pelariannya terdahulu dari rumah Heinrich. 

Eliza menemukan beberapa buku di perpustakaan kecil rumah itu yang membahas tentang hukum dan hak asasi manusia. Eliza mulai membaca buku-buku tersebut, menyerap setiap informasi yang bisa memberinya kekuatan.

“Jika aku tahu lebih banyak tentang hak-hakku, mungkin aku bisa menemukan cara untuk melawan,” pikirnya sambil membuka halaman demi halaman buku tersebut.

Eliza juga mencoba menjalin hubungan yang lebih baik dengan para pelayan di rumah. Meskipun mereka takut pada Klaus, beberapa dari mereka mulai menunjukkan simpati kepada Eliza. Dengan perlahan, dia mulai mendapatkan kepercayaan mereka. Dalam percakapan yang hati-hati dan penuh bisikan, mereka berbagi cerita tentang ketidakadilan yang mereka alami dan keinginan untuk bebas.

Lihat selengkapnya