Beberapa minggu setelah kekerasan terakhir yang dialaminya, Eliza mulai pulih secara fisik meskipun hatinya tetap penuh luka. Sophie berhasil mengirim pesan rahasia kepada Eliza melalui seorang pelayan, "Jangan putus asa, Eliza. Aku akan mencari cara lain. Kita akan bebas suatu hari nanti."
Pesan itu memberi Eliza harapan baru lagi. Eliza belum menyerah. Persahabatannya dengan Sophie, sang sahabat senasib sepenanggungan, memberi Eliza kekuatan untuk tetap bertahan. Meskipun sangat menderita, dia tahu bahwa dia tidak sendirian. Ada Sophie, yang akan terus bersamanya untuk terus mencari celah dan kesempatan melepaskan diri dari penindasan.
Setiap hari, Eliza berusaha mengumpulkan uang dan menyimpannya di tempat yang lebih aman. Dia tahu bahwa kesempatan untuk melarikan diri mungkin datang kapan saja, dan dia harus siap. Persiapan mereka semakin matang, dengan rencana yang lebih rinci dan hati-hati.
---
Saat mereka bertemu lagi di pasar beberapa minggu kemudian, Sophie menggenggam tangan Eliza dengan erat. “Aku punya rencana baru,” bisiknya, memastikan tidak ada yang mendengar. “Ada pedagang yang akan pergi ke kota lain. Aku sudah bicara dengannya dan dia bersedia membantu kita melarikan diri.”
Eliza menatap Sophie dengan mata penuh harapan, “Apakah kita bisa mempercayainya?”
Sophie mengangguk, “Ya, dia juga punya istri yang dulu menderita seperti kita. Dia ingin membantu, agar kita juga bernasib baik seperti istrinya. Kita harus siap minggu depan.”
Sophie melanjutkan ceritanya dengan suara pelan namun tegas, “Istrinya pernah mengalami penderitaan yang mirip dengan kita. Dia hidup dalam situasi penuh kekerasan dan penindasan. Dia sering diperlakukan dengan buruk oleh suaminya yang dulu, seorang pria yang kejam dan tidak berperasaan. Namun, suatu hari dia memutuskan bahwa dia tidak bisa terus hidup seperti itu lagi. Dia mencari dukungan dari beberapa teman dan tetangga yang berempati padanya, dan bersama-sama mereka menyusun rencana untuk membantunya melarikan diri.”