Warisan Perempuan Terbuang

Shinta Larasati Hardjono
Chapter #25

Menghadapi Patriarki

Meskipun Elizabeth telah memenangkan kasus besar yang memberikan keadilan bagi Arabella, dia tahu bahwa perjuangannya jauh dari selesai. Dunia hukum masih didominasi oleh pandangan patriarkal, dan Elizabeth sering kali menghadapi tantangan yang tidak sedikit dalam memperjuangkan hak-hak perempuan.

Suatu hari, Elizabeth menerima panggilan dari seorang wanita bernama Livia, yang bekerja di sebuah perusahaan besar. Livia mengalami diskriminasi gender di tempat kerjanya dan membutuhkan bantuan Elizabeth untuk membawa kasusnya ke pengadilan.

"Elizabeth, saya merasa tidak dihargai di tempat kerja saya," kata Livia saat mereka bertemu di kantor Elizabeth. "Setiap kali saya mengajukan ide, mereka sengaja mengabaikannya. Tetapi ketika rekan pria saya mengajukan ide yang sama, mereka mendapatkan pujian dan penghargaan."

Elizabeth mengangguk memahami, "Saya tahu betapa frustasinya situasi seperti itu. Kita akan melawan ini bersama-sama."

Elizabeth mulai mengumpulkan bukti dan bersiap untuk membawa kasus Livia ke pengadilan. Namun, dalam prosesnya, dia sering menghadapi hambatan dari kolega laki-laki dan bahkan beberapa wanita yang telah menginternalisasi pandangan patriarkal.

Di salah satu pertemuan dengan pengacara lawan, Elizabeth merasakan atmosfer yang sangat tegang. Salah satu pengacara, seorang pria tua dengan pandangan konservatif, memandang Elizabeth dengan sinis.

"Ms. Elizabeth," katanya dengan nada meremehkan, "Anda harus mengerti bahwa dunia ini telah lama berjalan dengan caranya sendiri. Anda tidak bisa begitu saja mengubahnya dengan beberapa kasus kecil."

Elizabeth menatap pria itu dengan tegas, "Pak, saya mengerti bahwa perubahan tidak datang dengan mudah. Tetapi saya juga tahu bahwa setiap langkah kecil menuju keadilan adalah langkah yang berharga. Saya tidak akan berhenti memperjuangkan hak-hak klien saya, tidak peduli seberapa sulit tantangannya."

Di pengadilan, Elizabeth menghadapi juri dan hakim yang sebagian besar masih memegang pandangan konservatif. Namun, dengan tekad kuat, dia mempresentasikan bukti diskriminasi yang dialami Livia dengan jelas dan meyakinkan.

Selama persidangan, Livia memberikan kesaksian yang mengharukan tentang pengalamannya. "Saya hanya ingin diperlakukan dengan adil," katanya dengan suara bergetar. "Saya ingin suara saya didengar dan ide-ide saya dihargai, bukan karena saya seorang wanita, tetapi karena saya seorang profesional yang kompeten."

Merasakan semangat juang Livia, Elizabeth semakin bertekad untuk memenangkan kasus tersebut. Dia tahu bahwa keberhasilan mereka akan menjadi simbol bagi banyak wanita lain yang menghadapi situasi serupa.

Namun, tidak semua orang mendukung perjuangan mereka. Beberapa rekan kerja Livia memberikan kesaksian yang meremehkan dan mencoba menggagalkan kasus mereka. Dalam sebuah persidangan, salah satu rekan kerja Livia, Lucas, memberikan kesaksian yang mencurigakan.

"Livia itu selalu telat datang ke kantor, dan pekerjaannya tidak pernah beres," kata Lucas dengan nada sinis saat bersaksi di depan hakim. "Saya rasa, kalaupun ada masalah, itu karena kesalahan dia sendiri. Manajer kami tidak melakukan kesalahan apa-apa."

Lihat selengkapnya