Beberapa minggu setelah Elizabeth memutuskan untuk melanjutkan perjuangannya dengan semangat baru, badai baru muncul. Pagi itu, ketika ia tiba di kantor, suasana terasa tegang. Biasanya, timnya menyambutnya dengan senyuman, tapi hari ini semua terlihat cemas. Laura dan David sudah menunggunya di ruang kerjanya, wajah mereka dipenuhi kekhawatiran.
"Elizabeth, kita harus bicara. Ini penting," kata Laura segera setelah Elizabeth duduk di kursinya.
"Ada apa? Kalian terlihat panik," balas Elizabeth dengan alis yang berkerut, merasa ada sesuatu yang tidak beres.
David menghela napas panjang sebelum berbicara, "Ada kebocoran informasi. Semua strategi kampanye kita, rencana rahasia, dan data sensitif telah bocor ke media."
Elizabeth membeku di tempat, "Bocor? Bagaimana bisa?" Suaranya bergetar, sulit mempercayai apa yang baru saja didengarnya.
"Kami tidak yakin bagaimana semua ini bisa terjadi," jawab David dengan nada cemas. "Tapi kita sudah melacak sumbernya. Dan sepertinya Samuel yang melakukannya."
"Samuel?" Elizabeth terdiam. Nama itu membuat dadanya terasa semakin sesak. Samuel adalah salah satu orang yang paling ia percayai. Mereka telah bekerja sama selama bertahun-tahun. Tidak mungkin Samuel mengkhianatinya, pikirnya. Tapi tatapan Laura dan David yang serius menunjukkan bahwa ini bukan spekulasi kosong.
"Kamu harus bicara dengannya," saran Laura dengan nada prihatin.
Elizabeth mengangguk, masih mencoba mencerna informasi ini. Ia tahu percakapan ini tidak akan mudah, tetapi ia harus mendapatkan penjelasan dari Samuel.
Beberapa jam kemudian, Elizabeth memanggil Samuel ke ruangannya. Saat dia masuk, Samuel tampak gugup, tetapi tetap berusaha menjaga ketenangannya. Elizabeth memandangnya dengan tajam, berusaha menahan emosi yang meluap di dalam dirinya.
"Samuel," Elizabeth memulai, suaranya datar namun penuh tekanan, "aku ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ada bocoran informasi dari dalam tim kita, dan semua bukti mengarah padamu."
Samuel menelan ludah, pandangannya menghindari tatapan Elizabeth, "Liz… Ini tidak seperti yang kau pikirkan."
Elizabeth menyela dengan suara yang mulai bergetar, "Benarkah? Jadi kau tidak mengkhianati kami? Kau tidak menjual rencana kita ke media?"
Samuel terdiam. Akhirnya, dia menghela napas panjang dan mengakui, "Ya, aku melakukannya."
Pengakuan itu menghantam Elizabeth seperti pukulan keras, "Kenapa, Samuel?" Tanyanya dengan suara yang mulai retak. "Kenapa kau melakukannya? Kau juga orang yang aku percayai. Kau, Laura, David. Kita bukan hanya rekan kerja, kita ini keluarga!"
Samuel mengalihkan pandangannya, suaranya mulai naik ketika dia menjawab, "Kau terlalu percaya diri, Elizabeth. Apa yang kau lakukan terlalu berbahaya. Kau tidak mengerti seberapa besar risikonya bagi banyak orang."
Elizabeth menatapnya dengan tidak percaya, "Aku tidak mengerti? Aku tidak mengerti risikonya? Samuel, aku mempertaruhkan segalanya untuk ini. Bagaimana kau bisa mengatakan bahwa aku tidak mengerti?"