Warisan Simbok

cyintia caroline
Chapter #4

Bab 4. Teror

Ada hal yang kadang kita alami, tetapi sulit diterima oleh logika, apalagi diteliti dengan ilmu pasti. Ada hal-hal yang serigkali disangka wajar, tetapi justru fatal. 

Itu jugalah yang dialami oleh Lina, istri Klasin. Setelah malam dia bermimpi salah satu anaknya dibuang ke sumur, tapi dia selamatkan, beberapa hari setelahnya, Lina merasa ada yang tidak benar dengan tubuhnya. Dia sering mendadak merasa lemah dan ingin menangis tanpa sebab. 

Semua rasa tidak nyaman semakin menjadi saat Lina merasa seperti sedang demam. Hanya satu hari dia merasa tubuhnya tidak bertenaga. Malamnya, dia benar-benar tidak mampu menyangka tubuh dengan kedua kaki. Saat turun dari ranjang dan hendak ke kamar mandi, tubuhnya mendadak roboh. Punggungnya langsung beradu dengan sudut lemari saat bobotnya seolah lenyap.

Gedebuk!

Suara jatuhnya Lina membuat Klasin langsung terjaga dari lelapnya. Saat membuka mata, dia mendapati sang istri sudah tergeletak di ambang pintu kamar dalam keadaan tidak sadarkan diri.

"Astagfirullah, Dek. Kamu kenapa ini?" seru Klasin di tengah sunyinya malam. Lekas dia mengangkat tubuh mungil istrinya, lalu membaringkan di kasur.

"Nggak tahu, Mas. Sejak habis mimpi malam itu, aku sering mendadak lemes. Tapi ini rasanya beneran nggak ada tenaga lagi. Badanku ngilu semua," sahut Lina sembari meringis karena merasakan tulang di seluruh tubuhnya terasa seperti lepas dari tempatnya.

"Kenapa kamu nggak ngomong?" sergah Klasin menyesalkan diamnya sang istri.

"Aku takut ganggu pikiran kamu, Mas. Apalagi kamu kerja pulang malam terus." Air mata mulai mengalir dari sudut mata wanita berusia dua puluh tahun lebih itu.

"Ya, sudah. Tidurlah lagi. Baca doa dulu. Biar aku jaga kamu sambil ngaji."

Setelah merapikan selimut di tubuh Lina, Klasin langsung keluar kamar menuju kamar mandi. Terdengar suara percikan air beradu dengan lantai semen ruangan sempit tersebut. Lina mencoba memejamkan mata setelah membaca doa. Tidak lama, samar Lina melihat suaminya menjalankan salat malam. Merasa aman, Lina pun terlelap walau masih merasa tubuhnya lemah.

*** 

Pagi-pagi, Klasin menuntun Lina ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Dia juga membawa keperluan wanita itu karena sedang datang bulan. 

"Kamu mandinya sambil duduk aja, Dek. Aku jaga di sini. Nggak papa mandi aja. Pintunya jangan ditutup." Klasin tetap berjaga di depan pintu kamar mandi sembari membawa keperluan istrinya. 

Hanya beberapa menit, Lina sudah mengulurkan tangan meminta handuk dari Klasin. Pria itu lantas mengulurkan handuk dan disusul pakaian dalam sang istri. Kemudian, Klasin menuntun kembali tubuh lemas Lina menuju kamar untuk kembali berbaring.

"Di sini aja. Aku mau ngurus anak-anak. Ferdi juga harus cepet mandi biar nggak telat sekolah." Klasin pun beranjak menuju kamar anak-anaknya karena jarum jam sudah menunjuk angka enam.

Lihat selengkapnya