Suara pasir yang jatuh berhamburan di atap rumah membuat Lina dan Klasin tercekat. Butuh waktu beberapa detik bagi mereka untuk memahami keadaan. Saat tersadar, Klasin langsung memapah Lina menuju kamar anak mereka.
"Kamu diam di sini. Baca doa dan semua yang kamu tahu. Aku tinggal sebentar," ujar Klasin setelah Lina duduk di dekat kepala kedua putranya.
"Mas mau ke mana?" tanya Lina setengah berbisik.
"Nggak ke mana-mana."
Klasin kembali keluar dan menuju ke dapur. Tidak lama, terdengar suara percikan air keran walau tidak terlalu deras. Kemudian, tampak Klasin kembali ke depan kamar dalam kondisi rambut basah oleh air wudu. Tanpa berkata, dia langsun membentang sajadah dan mengerjakan salat. Setelah itu, disusul dengan suara alunan ayat suci Al-Qur'an.
Selama suara Klasin masih mengalun, dari luar rumah masih terdengar dengan sangat jelas suara pasir berjatuhan di atap rumah yang terbuat dari seng. Embusan angin juga terasa sangat berbeda. Kali ini, angin yang masuk melewati saluran ventilasi membawa hawa panas hingga membuat rumah terasa pengap.
Lina menyadari sesuatu. Kali ini yang terjadi adaah hal gaib dan di luar nalar. Perlahan Lina beringsut, walau kesulitan, dia tetap mencoba duduk bersandar ke dinding. Setelah mengedarkan pandangan ke seluruh kamar, dia melihat sehelai kain jarik tengah terlipat rapi di sudut kasur. Gegas dia raih kain tersebut, lalu dia lilitkan ke kepala hingga menutupi rambut dan tubuh serta kakinya. Dia pun membantu sang suami berzikir.
Tepat saat jarum jam menunjuk angka dua dini hari, suara-suara di atap rumah dan angin panas yang menyerang mereka perlahan menghilang. Suasana kembali normal. Suara binatang malam dan deru kendaraan di jalan raya kembali terdengar.
"Apa itu tadi, Mas?" tanya Lina saat mendapati Klasin mengembuskan napas lega.
"Ada yang mencoba bermain-main, Dek. Sakitmu juga karena itu. Kamu peka, tapi kamu belum mampu menahan semua itu, makanya kamu kehilangan energi," jelas Klasin.
"Terus gimana? Aku nggak mau anak-anak yang kena, Mas," sahut Lina. Wajahnya menyiratkan kecemasan.
"Anak-anak nggak mungkin kena, Dek. Mulai sekarang, ikuti apa yang aku minta. Tolong sebelum magrib, tutup semua pintu dan jendela rumah kita. Taburkan juga garam kasar sama daun bidara di depan pintu juga bawah jendela.
Jangan lupa bacakan juga doa yang sudah kukasih tadi. Terus kalau denger atau lihat sesuatu, cukup baca doa dalam hati. Jangan dikomentari." Klasin berkata panjang lebar menjelaskan apa yang harus dilakukan sang istri.
"Menurut Mas, siapa yang sudah kirim mereka, Mas?" tanya Lina.
"Bukan orang jauh, Dek. Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan. Sudah mau pagi, kita tidur. Biar nanti nggak kesiangan."