Kening Lina berkerut saat mendengar omelan dari mulut kakak ipar suaminya itu. Dalam hati, Lina mengomel takhenti.
'Dia di sini dari tadi, kan? Ngapain juga nggak mau bantu ngasih minum? Bukannya susah cuma ngulurin botol minum pakai sedotan.'
"Nggak maulah kalau Mbak ngasih minum Simbok. Kamar Simbok sama badannya aja bau banget. Apa nggak kamu mandikan Simbok selama sakit?" Suara Mbak Nik kembali membuat kening Lina membentuk guratan garis lumayan banyak.
"Makanya, Mbak. Datang ke sini tiap hari. Biar tahu kami apain aja Simbok tuh." Lina langsung menyahut sarkas.
"Ora sudi. Kayak Mbak nggak punya kerjaan lain aja," balas wanita hamil itu.
Lina sudah malas menanggapi lagi. Bisa makin stres dia kalau harus membalas omongan yang sering menyakitkan telinga. Gegas dia menuju ke pintu dapur yang ada di dekat sumur. Setelah meletakkan tas berisi belanjaan, Lina lantas meraih baskom dan plastik berisi ayam yang tadi dia beli. Tidak lagi mau tahu apa yang terjadi di depan rumah, Lina langsung menyiangi ayam, memotong, lalu mencucinya.
Saat tengah meracik bumbu, terdengar olehnya celetukan Mbak Nik yang masih duduk santai di tangga rumah, tanpa ada niat untuk masuk ke rumah.
"Kamu dibeliin apa ke pasar, Le?" tanya Mbak Nik pada Fitra.
"Beli apel sama ayam." Bocah berusia tiga tahun itu menjawab dengan suara khasnya.
"Banyak duit ayahmu, ya? Belinya apel."
Selebihnya, Lina tidak lagi mau mendengar setiap kalimat yang meluncur dari bibir tipis Mbak Nik. Dia memilih fokus pada tungku kayu yang apinya sudah mulai membesar dan memanaskan minyak.
Baru saja Lina menuangkan potongan daging ayam ke kuali, Klasin datang ke dapur bersama Fitra.
"Yaaah, belum mateng, Dek? Udah laper ini," ujar Klasin sembari menggerakkan tangan di atas kuali, seolah mengarahkan uap masakan ke hidungnya.
"Kan, tadi beli nasi jagung, Mas. Makan itu aja dulu. Lumayan buat ganjel perut. Itu nasinya juga belum terlalu matang. Paling sepuluh menit lagi baru bisa diangkat," sahut Lina, tangannya menunjuk periuk yang tertutup dan masih berada di tungku bagian belakang.