Warisan Simbok

cyintia caroline
Chapter #8

Bab 8. Ditinggalkan Tanpa Pamit

Sejatinya, saat seseorang yang sangat berarti pergi meninggalkan kita untuk selamanya, hanyalah kesedihan. Namun, apakah benar setiap kehilangan harus ditangisi dengan berurai air mata? Itulah yang terjadi pada Klasin dan Lina.

*** 

Suara teriakan Kang Karman menarik atensi Lina dan Klasin. Pasangan suami istri yang tengah bermain lego dengan sang buah hati itu terdiam. Lalu, saling mengejar menuju kamar Mbok Suti.

"Kalian ini gimana? Menjaga Simbok aja sampai kayak gini. Simbok udah nggak ada. Kalian nggak tahu, kan? Kalian pasti nggak merhatiin kapan Simbok ngembusin napas terakhir, kan?" Amukan Kang Karman menggelegar di telinga Klasin dan Lina. 

"Kakang nggak tahu, kan, apa yang kami kerjakan di rumah ini? Jam berapa aku tidur, jam berapa aku keluar dari kamar Simbok? Baru lima menit aku balek ke kamarku, Kang. Kalau nggak tahu yang sebenernya itu nggak usah komentar!" sentak Klasin dilanda emosi.

"Sudah, Mas. Terus sekarang gimana?" Lina mengusap punggung sang suami yang menatap Kang Karman dengan raut wajah emosi.

"Simbok udah nggak ada, Dek. Tolong kasih tahu tetangga," sahut Klasin dengan suara bergetar menahan tangis.

Walau berusaha tegar, langkah Lina yang ingin memberitahu keadaan di rumah pada tetangga depannya pun tersendat. Kakinya seolah berat untuk melangkah. Namun, sebisa mungkin dia menahan tangisnya dan memanggil tetangganya itu.

"Di ... Rudi, tolong, itu Simbok, Di," ucap Lina terbata karena isakan tangisnya sudah meledak di jalan depan rumah.

"Kenapa sama Simbah, Mbak?" sahut pria muda bernama Rudi, tetangganya.

"Simbok udah pergi, Di. Baru saja." 

"Innalillahi wa inna ilaihi rojiun." Rudi dan Inur serempak mengucap. Rudi langsung menyambar kunci motor dan memacu kuda besinya menuju masjid. 

Bersamaan dengan perginya Rudi, Inur langsung merengkuh bahu Lina dan mencoba menguatkan wanita yang bersimpuh di papan jembatan rumah sembari terisak.

"Sabar, ya, Mbak. Ikhlasin Simbah pergi. Ini sudah jalan terbaik biar Simbah nggak terlalu lama disiksa di dunia."

Inur langsung mengajak Lina kembali ke kediaman mereka. Tidak lama, terdengar suara Rudi yang menyiarkan berita kematian Mbok Suti di pengeras suara masjid. Lina hanya mampu duduk bersandar di dinding papan, tepat di samping kanan pintu kamar Mbok Suti. Air matanya terus mengalir walau sudah beberapa kali dia hapus.

Lihat selengkapnya