Gelap semakin pekat. Malam telah beranjak menuju pertengahan waktunya. Kompleks perumahan tempat tinggal Klasin dan Lina semakin senyap. Proses pembangunan hunian minimalis tipe 36 itu memang belum sepenuhnya rampung. Sebagian masih berupa lahan kosong dengan semak rumput dan ilalang yang meninggi. Penerangan yang tidak maksimal serta jalanan yang masih berupa tanah, akan jadi becek saat hujan, semakin menambah kelam daerah tersebut.
"Gerimisnya makin rapat, Mas?" sapa Lina pada Klasin yang baru saja menutup pintu setelah cukup lama berdiam diri di teras.
"Iya, entahlah. Rasanya cuaca agak nggak nyaman jadinya. Kamu kalau mau tidur, nggak usah nunggu aku, Dek. Aku belum ngantuk." Klasin kemudian mengunci pintu dan menutup gorden jendela.
"Udah ngantuk aslinya, tapi nggak tahu kenapa, nggak bisa tidur. Perasaanku aneh aja sejak abis Magrib tadi," sahut Lina sambil membuka sosial media miliknya.
"Iya, kayak ada yang nggak beres."
Baru saja Klasin rebah di kasur lantai yang sengaja dibentangkan di depan rak TV, ayah dua anak itu melonjak dan menggeram marah.
"Mas, ada apa?" seru Lina dari kamar yang pintunya sengaja dia biarkan terbuka.
"Jangan keluar dari kamar, Dek!" Klasin sudah merangsek masuk ke kamar anak mereka setelah meraih tasbih yang tergantung di paku yang tertancap di kusen pintu kamar.
Lina tersadar dari ketidakpekaannya. Saat Klasin melompat masuk kamar belakang itulah wanita tersebut merasakan hawa di dalam rumah lumayan panas.
"Astagfirullah!" Lina beristigfar. Wanita itu langsung duduk bersila dan melantunkan doa yang sudah diajarkan sang ayah jauh sebelum dirinya menikah.
Selesai dengan doa pertama, Lina langsung melanjutkan dengan bacaan Surat Al-Fatihah, Ayat Kursi diikuti tiga surat pendek lain. Yakni, Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Nas. Selanjutnya dia membaca doa yang pernah diajarkan Malaikat Jibril pada Rasulullah SAW.
A‘ûdzu biwajhillâhil karîm, wabikalimâtillâhit-tâmmâtil-latî lâ yujâwizuhunnâ barrun wa fâjirun, min syarri mâ yanzilu minas-samâ’i, wa min syarri ma ya‘ruju fîhâ, wa min syarri mâ dzara’a fil-ardhi, wamin syarri ma yakhruju minhâ, wa min syarri fitanil-laili wan-nahâri, wamin syarri thawâriqil-laili, wamin syarri kulli thâriqin illâ thâriqan yathruqu bi khairin, yâ rahmân.
Yang mana, artinya adalah, “Aku berlindung dengan dzat Allah yang Maha Mulia, dengan kalimat-kalimat-Nya yang sempurna, yang tidak ada orang baik dan juga orang durhaka yang melampuainya, dari keburukan yang turun dari langit dan keburukan apa pun yang naik ke langit; dari keburukan apa saja yang masuk ke bumi dan keburukan apa saja yang keluar dari bumi; dari keburukan fitnah-fitnah siang dan malam; dari keburukan petaka-petaka malam; dari keburukan setiap petaka yang datang, kecuali petaka yang datang membawa kebaikan, wahai Zat Yang Maha Penyayang.”