Klasin mengerjapkan kelopak matanya kala terdengar suara benda jatuh dari ketinggian. Setelah memastikan pendengarannya tidak salah, pria itu beringsut dan menegakkan tubuh menuju pintu samping yang menghubungkan kamar dan halaman sebelah kiri rumah. Di sana, di atas pohon kedondong, tampak olehnya, Sugi sudah berada di atas dan tengah menurunkan ember kecil berisi kedondong.
"Nggak bangunin, Gi? Malah naik sendiri," ujar Klasin setelah mencuci wajahnya di sumur.
"Apa kalau tak bangunin, Mas bisa manjat? Wong manjat genteng aja udah mengkeret," ejek Sugi dari atas.
"Cemooh kali," balas Klasin sembari meringis karena ditertawakan oleh Rudi yang juga datang membantu memanen buah.
"Sawonya nggak sekalian, Klas?" tanya Rudi karena dia melihat pohon sawo juga tengah berbuah lebat dan siap panen.
"Rencana bawa secukupnya aja, Rud," sahut Klasin sembari mengamati pohon yang dimaksud.
"Mending bawa aja semua, Klas. Ditinggali pun akhirnya jadi duit sama yang sana," ucap Rudi lirih.
"Apa selama ini dia yang manen? Terus dijual gitu?" tanya Klasin ikut memelankan suaranya.
"Ya, gitulah. Rumah ini dua kali dikontrakkan sama Kang Karman juga, apa dia nggak kasih uang sewa ke kalian?"
Deg!
'Rumah peninggalan Simbok dikontrakkan? Kenapa nggak ada yang kasih tahu aku?' batin Klasin geram.