Warisan Simbok

cyintia caroline
Chapter #14

Bab 14. Oleh-Oleh dari Kampung

Waktu senja sudah bergulir dan malam telah mengambil alih tugas sang mentari. Lorong perumahan terasa lengang saat Lina memilih menutup pintu rumah. Wanita yang menunggu kepulangan suami itu ragu jika harus tetap membuka pintu. Takut ada binatang melata yang masuk ke rumah karena sekitar bangunan mungil rumahnya masih dipenuhi semak belukar dan ilalang.

Untuk mengusir sepi, Lina menyalakan televisi dan menonton film. Sementara putra sulungnya sibuk menyelesaikan tugas sekolah di kamar bersama sang adik yang asyik bermain di kasur. Lagipula, Lina dalam keadaan tengah hamil, sangat riskan jika membuka pintu di malam hari. 

Tepat jam tujuh malam lewat beberapa menit, terdengar suara motor memasuki halaman yang hanya selebar tiga meter. Lina sudah sangat hapal cara sang suami menarik tuas gas motor. Dia segera membuka pintu dan saat itulah kedua matanya membeliak lebar dengan mulut terbuka saking terkejutnya.

"Jangan bengong, Dek. Sini, bantu nahan motornya, biar kustandarkan tengah," ucap Klasin menyadarkan sang istri.

"Ya ampun, Mas. Gimana tadi bawanya pas di jalan kalau karungnya sebanyak ini?" pekik Lina saat tersadar dari keterkejutannya. Dia lantas melangkah mendekati motor, memegang bagian depan agar suaminya menarik standar tengah.

"Ya, nggak gimana-gimana, Dek. Buktinya sampai rumah." Klasin menjawab dengan santai.

"Iyalah, tapi ini udah over, Mas. Astgafirullah!" seru Lina gemas.

"Makanya aku sampai sini malam, soalnya jalan pelan aja. Yang penting sampai rumah, selamat," sahut Klasin. Lina hanya menggeleng kepala.

Satu per satu karung di turunkan. Total ada dua karung ukuran 50 kilogram, dan dua karung ukuran 20 kilogram. Sementara ransel yang awalnya hanya berisi dua setel pakaian dan kain sarung, kino sudah tampak penuh dan berat.

"Ayah, itu bawa apa?" tanya dua anaknya saat sang ayah menurunkan karung-karung tersebut.

"Ini buah, Le. Ayah kemarin panen sama Mas Sugi, sama Om Rudi, Bulek Nur juga bantuin. Tunggu selesai dulu, ya. Nanti Ayah buka, kalian boleh makan. Tapi, nggak boleh banyak-banyak, ya. Buat besok-besok lagi. Terus besok biar dibungkus dulu sama ibu kalian. Kita bagiin ke tetangga juga," ucap Klasin pada dua anak laki-laki yang masih berdiri dengan raut wajah penuh ketertarikan pada karung yang dibawa sang ayah.

Setelah semua karung berpindah ke dalam rumah, Klasin mendorong motornya dan menguncinya di teras. Dia lantas masuk ke dalam rumah, lalu membuka ikatan karung yang sudah semacan jahitan kain.

Lihat selengkapnya