Warisan Simbok

cyintia caroline
Chapter #20

Bab 20. Memilih Langsung Belanja Sendiri

Hari ke sepuluh kepergian Mbok Suti, Klasin dan Lina mulai kembali berpikir akan bagaimana hidup mereka. Saat keduanya tengah berpikir jalan mana yang akam diambil, tetap bertahan di kampung dengan kondisi seadanya dan di bawah tatapan sinis kakak-kakaknya atau kembali ke Ibukota Provinsi untuk mengadu nasib dan memulai semuanya dari awal lagi.

Dering panggilan masuk di ponsel lipat kecil itu terus menjerit. Lina berlari keluar rumah seraya berteriak memanggil sang suami yang sedang duduk santai bersama Rudi di halaman.

"Buruan ini angkat teleponnya. Udah dua kali itu bunyi." Lina mengulurkan tangan yang menggenggam ponsel.

"Siapa yang nelepon?" sambut Klasin.

"Itu, Mas Nugroho. Angkatlah, mana tahu penting." Lina kembali memasuki rumah setelah Klasin menerima telepon dari Nugroho, bos tempat Klasin kerja sebelum mereka memutuskan pulang ke kampung demi mengurus Mbok Suti. 

"Dek, kita balik ke Pekanbaru besok." Tiba-tiba saja Klasin sudah berada di belakang Lina yang tengah melipat pakaian.

"Astagfirullah, Mas. Ngagetin aja!" seru Lina sambil mengelus dada.

"Serius mau ke Pekanbaru lagi? Terus barang-barang gimana?" Lanjut Lina setelah menyusun pakaian di kasur sang anak.

"Barangnya abis acara empat puluh hari Simbok aja kita sewa mobil. Di sana kita harus cari rumah dulu. Nggak mungkin barang sebanyak ini kita tumpuk di rumah ibumu," jawab Klasin, lalu dia beranjak meraih tas pakaian yang tampak berdebu di atas lemari. Dia membawa tas tersebut ke halaman samping.

"Emang nggak papa? Rumah ini nggak ada kuncinya, lho, Mas," sergah Lina. Dia kurang setuju dengan pemikiran suaminya.

"Nggak bakal ilang. Nggak akan berani juga mereka ambil barang yang punya kita. Lagian barang kita semua ada di kamar ini. Nggak kepisah di dapur sama tempat lain. Aku janji, pasti nanti kucarikan mobil buat angkut semuanya. 

Yang penting, besok kita harus sudah sampai di Pekanbaru dulu. Lusa aku udah harus kerja lagi. Daripada di sini nganggur, cuma nunggu uang hasil ladang satu hektar itu. Mau jadi apa hidup kita? Belum tentu sawit itu nanti hasilnya banyak terus. Ada masanya nanti kita kehabisan buah. Penghasilan juga pasti minus." Panjang lebar Klasin menjelaskan.

"Ya udah, aku ikut aja gimana baiknya," sahut Lina akhirnya. 

*** 

Lihat selengkapnya