Hidup tetap terus berjalan. Kehidupan rumah tangga Klasin dan Lina tidak lagi terganggu oleh kabar-kabar sumbang yang datang dari kampung. Walau memiliki nomor telepon dua kakaknya, pria yang telah memiliki tiga anak laki-laki itu semakin tampak hasilnya.
Sebuah hunian mungil yang dia beli secara kredit pada salah satu bank pemerintah itu sudah berangsur selesai. Pekerjaan yang dia tekuni dan berawal menjadi buruh pada sebuah CV kini tidak lagi dia lanjutkan. Klasin justru memilih membuka sendiri usaha tanpa harus berada di bawah tekanan dari pimpinan.
Berdua, dia mengerjakan setiap pesanan konsumen tanpa bantuan dari pihak lain. Hanya sesekali saat pekerjaan tersebut nilainya cukup besar, Klasin memanggil salah seorang rekannya untuk membantu dengan upah yang diberikan setiap Sabtu.
Hingga suatu hari, sekitar tahun 2017, datang kabar tidak terduga dari kampung. Selain rumah yang kembali disewakan tanpa sepengetahuan Klasin, buah sawit yang berada di pekarangan rumah juga kembali diusik oleh Karman. Ternyata hal itu sudah berlangsung selama satu tahun lebih.
Kali ini, Klasin meradang. Amarah yang telah dia tahan sekian tahun kembali terusik.
"Harus gimana lagi kasih pelajaran sama masku itu, ya?" cetusnya suatu malam, saat dia tengaj duduk bersama Lina di teras rumah.
"Kenapa lagi kakangmu itu?" sahut Lina tanpa menoleh pada sang suami. Wanita itu masih asyik dengan aplikasi chating dan dirinya tengah saling berbalas pesan dengan teman masa sekolahnya.
"Selama ini kita ngira emang hasil sawitnya menurun, kan? Ternyata bukan itu masalahnya. Sawit yang di pekarangan udah dirazia dulu sama Kang Man. Tukang panen nggak pernah kebagian," jawab Klasin sembari menunduk. Sejujurnya, pria itu merasa malu atas kelakuan sang kakak.
"Nggak mungkin Mas ajak dia duduk bareng lagi. Dulu aja kayak gitu. Malah rela dipermalukan di depan orang banyak. Kalau dijual aja rumah sama pekarangannya, dosa apa nggak?" ujar Lina sekenanya.
"Dijual, terus kita belikan ganti lahan yang deket-deket sini. Kayaknya nggak masalah, Dek. Kan kita belikan kebun. Anggap aja ditukar tambah. Nggak kita pakai buat foya-foya." Celetukan dari Lina justru disambut antusias oleh Klasin.
"Kayaknya gitu juga boleh, Mas. Coba aja tanya sama keluarga di sana yang Mas percaya, mana tau ada yang minat. Kakau sudah deal, baru Mas pulang."
Tanpa menjawab ucapan istrinya, Klasin langsung membuka layar ponsel dan terlihat menghubungi seseorang.