"Mas, kenapa badanku rasanya lemes gini, ya? Tiap buat berdiri, dunia rasanya muter-muter." Lina tiba-tiba saja mengeluh pada sang suami yang tengah membersihkan halaman dari kaleng-kaleng cat bekas.
"Kamu kecapekan paling. Udah, sana istirahat aja. Biar ini kulanjutin sendiri," sahut Klasin setelah menatap wajah istrinya beberapa saat.
"Dek, bulan ini kamu udah dapat tamu rutin apa belum? Seingatku kamu belum ada beli pembalut." Lanjutan kalimat pria itu membuat Lina bergeming.
Klasin benar, bagaimana mungkin Lina bisa lupa soal tamu bulanannya yang sudah terlambat beberapa hari. Lina mengingat tanggal berapa bulan sebelumnya dia mendapatkan jatah rutin tersebut.
"Sekarang tanggal berapa emangnya?" tanya Lina seolah pada diri sendiri.
Klasin tersenyum melihat istrinya termenung di lantai teras. "Tanggal dua belas, Dek. Bener telat, kan?" ujar Klasin seraya menghentikan kegiatannya memasukkan kaleng ke dalam karung.
"Berarti ... aku udah telat satu minggu lebih, Mas. Apa aku hamil lagi?" balas Lina. Dia berbicara pelan.
"Nantilah aku belikan tespack. Sana kamu cuci tangan. Istirahat aja. Nanti pingsan malah kacau."
Sambil tetap memikirkan bagaimana dia bisa tidak menyadari keterlambatan tamunya, Lina memasuki rumah. Dia lantas menuju ke kamar mandi dan mencuci tangan serta kakinya. Usai membersihkan diri, Lina langsung membentang kasur busa di depan meja televisi, lalu menikmati drama korea yang sedang tayang di sana.
"Aku keluar sebentar, Dek. Mau beli tespack sama beli buah. Kamu mau apa?" ucap Klasin yang tiba-tiba saja sudah berada di dekat sang istri.
"Astagfirullah, Mas. Ngagetin aja, deh!" seru Lina dengan mimik terkejutnya.
"Lagian serius banget. Mau beli buah apa? Biar sekalian keluar," sahut Klasin lagi.
"Apa ajalah. Beli aja yang disuka anak-anak. Aku kan gak pernah pilih-pilih makanan," jawab Lina tanpa mengalihkan perhatian dari layar televisi.
"Iyalah. Ibu sama anak seserver. Segala dimakan." Klasin berkata sambil meraih kunci motor yang tergeletak di atas kulkas.
"Enggak, ya. Aku nggak makan orang." Lina menyahut dengan nada sengit.
"Ya, kalau kamu makan orang, seremlah, Dek."
"Udah, sana pergi. Berisik amat. Bawel!" pekik Lina karena merasa terganggu.