Warisan Simbok

cyintia caroline
Chapter #30

Bab 30. Kenangan Itu Datang Lagi

Hari masih sangat pagi kala Klasin mengajak Lina keluar dari kediaman Mbok Suti. Pemuda dengan postur tubuh sedang itu sudah menggandeng tangan tunangannya untuk menuju ke simpang empat, tempat biasa kendaraan yang menuju ke Kota Ujung Batu menjemput penumpang.

Masih terdengar oleh telinga mereka, bagaimana teriakan Mbok Suti yang melengking memecah ketenangan pagi. 

"Dasar anak nggak tahu diri. Sudah kubesarkan, kubiayai sekolah, begitu kenal perempuan, nggak mikirin simboknya lagi. Entah kena ajian apa anakku itu, Gusti!" 

Langkah Lina terhenti, dia menarik tangan Klasin agar membatalkan niatnya kembali ke kota. 

"Mas, kita bicara lagi sama Simbok, yuk. Mana tahu kalau kita memohon, nanti Simbok luluh," bisik Lina dengan mata berkaca-kaca.

Klasin menarik napas berat, lalu mengembuskannya dengan sentakan kasar. Dia lalu menatap penuh ketegasan pada Lina dan berkata, "Aku tahu siapa Simbok, Dek. Aku tahu bagaimana wataknya. Percuma kita memohon. Jalan terbaik adalah kita pergi dulu. Jika nanti Simbok sudah melunak hatinya, pasti nyuruh orang cari kita."

Lina hanya mampu meneguk ludah tanda pasrah dengan apa yang diambil keputusan oleh Klasin. Tepat saat jarum jam menunjukkan angka sepuluh lebih tujuh menit, sebuah kendaraan angkutan antar kabupaten berjenis Super Benz itu berangkat. Membawa mereka menuju ke Ibukota Provinsi yang akan menjadi tempat keduanya mengadu nasib. Menikah tanpa restu atau menunggu hingga restu itu didapat.

Sepanjang perjalanan yang membutuhkan waktu sekitar lima sampai enam jam, Klasin lebih banyak diam. Lina tahu, hati pria itu terluka, tetapi dia adalah orang yang jika sudah mengambil keputusan, maka dia akan komit pada keputusannya itu. Keputusannya meminang Lina sudah dia pikirkan dan resiko inilah yang akhirnya dia dapat. 

Lina pun terdiam, tidak berani membuka mulut untuk bersuara. Tatapannya lurus ke luar jendela mobil dengan banyak beban pikiran yang bermain di kepala. Lina melirik saat merasa ada beban di bahu kecilnya. Klasin bersandar di sana dengan mata terpejam.

"Mas ngantuk?" bisik Lina sambil mengelus rambut cepak sang kekasih.

"Enggak. Aku cuma lelah. Tolong, biarkan seperti ini sebentar saja, Dek," sahut Klasin lirih.

***

Bulan ke enam sejak Klasin memutuskan pergi dari kampung dan tidak pernah kembali satu kali oun, ternyata membuat seorang Mbok Suti berpikir ulang tentang hubungan sang anak. Hingga suatu sore, Klasin datang ke rumah kontrakan Lina. Rumah yang baru dua bulan disewa Lina karena bekerja sebagai kasir di salah satu minimarket di sekitar Jalan Durian. 

Lihat selengkapnya