Dunia ini ibarat sebuah pentas. Di mana kita, sebagai manusia hanyalah tokoh atau watak pemeran. Sementara di baliknya, ada seorang penulis skenario yang sudah menentukan harus bagaimana jalan cerita yang akan diperankan oleh pemeran wataknya.
Terlepas dari semua rasa sakit yang telah diberikan oleh keluarganya, Klasin tidak lantas menaruh dendam. Dia bahkan dengan santainya mengajak Lina mampir ke kediaman Karman esok harinya. Tepatnya, pagi sebelum mereka memutuskan untuk kembali ke kota karena anak-anak mereka yang lain sudah terlalu lama ditinggal.
Melihat kedatangan Klasin beserta Lina, Karman tampak salah tingkah. Walaupun pria itu berusaha bersikap wajar, tetapi dari gesturenya, pria itu seolah berusaha untuk menyembunyikan resah.
"Sudah mau pulang?" tanya Mbak Nik setelah adik iparnya turun dari motor dan mendekat ke pintu rumah bagian samping.
"Iya. Sengaja ini tadi mampir," jawab Klasin seraya duduk di kursi plastik yang ada di beranda samping.
"Ngapa buru-buru? Nanti masih ada pembubaran panitia di rumah kangmu," balas Mbak Nik.
"Anak-anak udah tiga hari ditinggal. Kasihan kalau kelamaan nanti." Kali ini ganti Lina yang menyahut.
"Iya juga. Sebentar aku panggil kangmu dulu. Tadi kayaknya baru mau mandi pas kalian datang." Mbak Nik berbicara sambil beranjak memasuki rumah.
Lina hanya melirik ke dalam rumah sebentar. Dia lantas menyibukkan diri dengan membetulkan kain gendongan. Tidak lama, Mbak Nik menghampiri mereka yang ada di beranda. Di belakangnya, menyusul Kang Karman yang terlihat sudah berganti pakaian.
"Nggak nginep semalam aja lagi, Le? Lama nggak pulang, ini sekalinya datang cuma nginap sebentar." Karman berkata sambil ikut duduk di bibir dinding kolam ikan.
"Kasihan Fattan kalau kelamaan ditinggal, Kang. Semalam aja udah telepon tanya kapan pulang," sergah Klasin.
"Oalah, iya juga. Wong anakmu semuanya gedenya, ya, di ketiak ibuke," balas Karman seraya menyulut rokok.
"Nduk Khumairah, nanti di jalan jangan rewel, ya. Ini, Bude ada sedikit rezeki buat kamu sama Mas Fattan. Bisa buat beli jajan sama mainan. Maaf, Bude nggak tahu kalau kamu ada, makanya Bude nggak ngasih apa-apa." Wanita yang memiliki sepasang anak usia sekolah itu lantas menyelipkan beberapa lembar uang kertas merah di kantung baju Khumairah.