"Kamu tanya apa, Dek?" Klasin menatap wajah Lina yang tengah berbaring di ranjang dan menidurkan kembali Khumairah. Gadis mungil berwajah bulat itu sempat terjaga saat dibaringkan di kasur.
"Itu, kenapa Kang Karman harus nempatin begituan di kamar mandi? Emang kalau pesta harus ada gitunya, biar lancar? Enggak, kan?" sahut Lina setelah putrinya kembali terlelap. Dia pun telah mengganti pakaiannya dengan setelan batik yang bahannya lebih nyaman.
"Itu urusan dia. Biarin aja. Dosanya, kan dia sendiri yang tanggung. Pokoknya, kalau nanti balik ke sana, jangan deketin ruangan belakang. Jangan jauh-jauh dari aku juga," ujar Klasin, lalu dia memejamkan mata.
'Hem, orang aneh emang saudaramu itu, Mas. Cuma resepsi nikahan anak aja pakai ada jin yang disuruh bantu jaga. Kentara kali kalau hidupnya banyak musuh,' gumam Lina dalam hati. Dia pun turut terlelap karena memang tubuhnya sudah letih sebab perjalanan jauh.
***
Selesai berdandan dan merapikan penampilan putrinya, Lina lantas melangkah keluar dari kamar, menghampiri suami dan kakak iparnya yang ternyata juga sudah pulang untuk mandi dan ganti pakaian.
Kang To menyambut keponakannya dengan antusias. Digendongnya Khumairah dan diajaknya bercerita. Terlihat ada ketulusan dari cara Kang To memperlakukan Khumairah. Gadis kecilnya Klasin itu juga tertawa ceria. Sesekali celoteh tanya meluncur dari bibir mungil tersebut.
"Pakde punya mpus cantik, Nduk. Kamu mau lihat? Itu mpus punya Mbak Risna. Kamu suka mpus, kan?" Kang Sarto menuntun si kecil dan membawanya ke belakang rumah, di mana terdapat sebuah kerangkeng besi berukuran besar dan ada empat ekor kucing berbulu kuning di dalamnya.
"De, ntu mpuh? Tantik, ya. Mpuhnya bobok?" celoteh Khumairah sesampai di depan kerangkeng. (De, itu mpus? Cantik, ya. Mpusnya bobok?)
"Iya, mpunya cantik. Dia lagi bobok itu. Adek berani pegang mpusnya?" sahut Kang Sarto dengan wajah gemas.
"Ndak bani adek," jawab Khumairah sembari bergidik. (Nggak berani adek)
Tawa gemas kembali terdengar dari Kang Sarto yang memang sejak dahulu menyukai anak-anak.
***
Tepat setelah Asar, tamu undangan kembali berdatangan. Kali ini semakin ramai. Lina bersama Klasin, sebagian besar kerabat mempelai, ditugaskan berdiri di pintu masuk tenda sebagai penerima tamu. Kali ini, Lina mengenakan gamis berwarna lilac dengan manik berbentuk daun di bagian dada. Benang emas yang ada di beberapa bagian gamis membuat tampilan Lina terkesan mewah dan elegan.
Cukup lelah berdiri menyambut tamu yang diperkirakan jumlahnya mendekati tiga ratusan undangan, Lina pun memilih duduk di dekat panggung pelaminan. Sudut matanya melirik pada Ki Maung yang setia menjaganya dari jarak sekitar lima meter.