Waktu terus bergulir. Ekonomi rumah tangga Klasin dan Lina semakin terpuruk. Apa mau dikata, pekerjaan terkendala. Ada yang telah selesai dikerjakan, tetapi pemiliknya justru mangkir dan tidak membayar jasa keringat Klasin. Belum lagi kebutuhan anak sekolah yang setiap sebentar harus bayar ini dan itu.
"Dek, kita jual ajalah motor sama becak itu." Tidak ada angin, tiba-tiba saja ucapan tersebut terlontar dari bibir pria yang sudah dua puluhan tahun membersamai hidup Lina.
"Hah? Mas yakin? Itu motor perjuangan, lho. Tanpa motor itu dulu, kita nggak bakal bisa punya rumah dan yang lainnya. Beneran tega ngelepasinnya?" sahut Lina setelah terperangah beberapa saat.
"Ya, mau gimana lagi? Matic punyamu, dijual pun paling cuma laku satu jutaan. Motor anakmu, nggak mungkin kujual itu. Pasti nanti dia kecewa. Niat awal kubeli juga buat dia. Satu-satunya yang masih ada harganya, ya, becak itu. Gimana? Lepasin, ya," ucap Klasin penuh penekanan.
"Sebetulnya, aku yang nggak rela, Mas. Sumpah. Rasa sayangku ke motor itu melebihi sayangku ke motor maticku sendiri. Kalau itu dijual ...."
"Suatu saat pasti bisa dapat gantinya, Dek. Percayalah. Saat ini, cuma itu satu-satunya cara buat nyambung hidup. Daripada kita pinjam ke rentenir, bunganya mencekik. Malah makin terpuruk kita nanti." Klasin menyela dengan cepat.
"Aku juga nggak mau kalau ke rentenir, Mas. Ya, sudahlah. Mau gimana lagi."
Setelah keputusan didapat kesepakatan, Klasin menelepon salah satu temannya yang sedang mencari becak motor. Harga pun disepakati. Hanya menunggu sekitar dua puluh menit, dua orang datang dengan menaiki motor. Mereka berhenti tepat di depan pagar.
"Assalamu'alaikum," sapa mereka berucap salam.
"Wa'alaikumusalaam. Wah, Bro, sini masuk. Itu, sudah kusiapkan motornya. Udah kuisikan minyak juga. Cukuplah sampai rumahmu," seloroh Klasin seraya mengajak dua temannya ke samping rumah, di mana becak motor berada.
"Bentuknya emang nggak sebagus becak orang-orang. Maklumlah, selama ini buat tempur. Tapi, kalau soal kecepatan mesinnya, tarikan gasnya, semua boleh diadu. Jelek gini, udah sampai kabupaten sebelah bawa kerjaan." Lanjut Klasin. Dia pun menyalakan mesin motor dan memperlihatkannya pada calon pembeli.
"Aku percaya, Mas. Sudah sering juga lihat Mas bawa becak ini. Makanya, begitu tadi ditawari sama Andi, aku langsung ngajak ke sini," ucap pria yang diperkirakan, usianya tidak jauh dari Klasin.
"Itu tadi, harganya udah nggak bisa goyang, Mas?" tanya pria tersebut setelah memeriksa kondisi motor dan bak becak.