Warisan Simbok

cyintia caroline
Chapter #38

Bab 38. Baunya Seperti Baru Pulang Takziah

Deru mesin motor matik terdengar dari luar rumah. Lina yang tengah menemani putrinya tidur siang pun terjaga. Perlahan dibukanya pintu terali besi. Di luar, sudah menunggu Klasin yang wajahnya tampak cerah.

"Alhamdulillah, Dek. Ada rezeki. Ini tadi dikasih Bang Iki. Dan alhamdulillah lagi, harga yang kutawarkan langsung disetujui sama dia. Besok aku langsung kerja." Klasin membimbing sang istri memasuki rumah kembali, lalu keduanya duduk di dekat pintu tengah.

Lina mengulurkan segelas es teh manis yang sudah dia siapkan di dalam kulkas, sejak dua jam sebelumnya.

"Minum dulu, Mas." 

"Ini, Dek. Alhamdulillah, Bang Iki ngasih DP dilebihkan. Katanya buat kalian. Ini kamu atur buat belanja sama jajan anak, ya. Soal kebutuhan lain, biar aku yang mikirkan. Kamu cukup mikir masak aja." Setelah meneguk air es, Klasin mengeluarkan tujuh lembar uang kertas merah dan lima lembar uang berwarna biru. 

Tangan Lina bergetar saat menerimanya. Betapa tidak, setelah memasuki waktu nyaris dua tahun, baru kali ini dirinya kembali menggenggam uang yang nilainya lumayan banyak. 

"Mas, ini semua? Mas nggak ngurangi DP belanja bahan, kan?" bisik Lina menahan isak tangis.

"Bersyukur, Dek. Nanti sekalian jemput anaknya sekolah, kamu belanja keperluan dapur. Belikan juga anak-anak jajan sama buah, ya." 

Ribuah kata syukur tak mampu lagi menggambarkan betapa siang itu seorang Lina merasa sangat bahagia. Benar kata orang, selagi tetap berusaha, tetap berdoa, dan bersyukur atas apa yang telah didapat, Allah senantiasa memberi imbalan lebih.

"Terima kasih, Ya Allah." Lina berkata sembari menghambur ke pelukan sang suami.

*** 

Pekerjaan yang diamanahkan pada Klasin telah rampung dikerjakan. Klasin juga sudah mendapatkan sisa upahnya. Pria itu lantas pulang ke rumahnya dengan hati lega. Setidaknya, keuangan keluarganya sudah tidak lagi minus seperti beberapa waktu belakangan. 

Saat kembali dari tempatnya bekerja itulah, di jalan, dia mendapati seorang pria tua tengah berusaha menghentikan kendaraan yang lewat. Kakek tua tersebut hanya memikul sebuah tas usang yang warna kainnya tidak lagi sedap dipandang mata. Tidak ada satu kendaraan pun yang mengindahkan lambaian tangan kakek tersebut. 

Dari kejauhan, Klasin memperhatikan gerak-gerik si kakek. Setiap kendaraan yang lewat di depan si kakek, hanya mengurangi kecepatan, lalu kembali melaju kencang.

Lihat selengkapnya