Untuk sementara, Klasin tidak menceritakan perihal uang yang cukup banyak itu pada anaknya. Dia bersama Lina sepakat untuk merahasiakan hal tersebut dari semua kerabat dan anak-anaknya. Namun, satu yang pasti. Lina memasukkan sejumlah uang ke kotak amal beberapa masjid yang ada di sekitar tempat tinggalnya. Bersama sang suami, Lina mengunjungi beberapa panti asuhan, lalu memberikan derma berupa uang tunai dan bahan makanan.
Setelah bagian dan hak dari mereka yang membutuhkan telah tersalurkan, Klasin memutuskan untuk memperbaiki rumah mereka agar lebih layak ditinggali. Dia juga membuatkan dapur impian Lina, di mana, dapur tersebut mengusung tema minimalis, tetapi masih menyisakan sentuhan alam dan terlihat asri. Bagian atapnya juga dibiarkan sedikit terbuka, tetapi diberi atap multi fungsi. Saat hujan, atap tersebut bisa diturunkan dan saat cerah, atap bisa dibuka agar sirkulasi udara di belakang rumah menjadi lancar dan lebih segar.
"Mas, rencana Mas buka usaha sama beli kebun sawit lagi, jadi?" tanya Lina setelah dua bulan berselang. Saat itu keduanya tengah duduk santai di anak tangga keramik yang menjadi batas lantai dapur dan ruangan terbuka di sampingnya.
"Jadi, Dek. Kita harus manfaatin sisa uangnya biar nggak terbuang buat hal-hal nggak penting. Aku sudah minta tolong suami Ira buat cari info orang yang jual kebun di sekitar sana. Nanti kalau ada, pati dia ngabari. Sementara, aku mau lengkapi alat-alat bengkel juga. Biar nanti Ferdi ada usaha sendiri, kita fokus aja ngawasi sambil ngurus kebun.
"Apa masih cukup uangnya, Mas?" sahut Lina setelah sedikit lama dia terdiam.
"InsyaAllah masih ada banyak, Dek. Kenapa? Ada yang kamu kepingin?" balas Klasin dengan lembut.
"Aku kepingin ke jawa, Mas. Kepingin ketemu saudara-saudara Mas yang di Jawa. Mumpung yang sepuh masih pada sehat, aku kepingin sowan. Boleh, ya?" pinta Lina dengan sedikit rasa takut.
"Ke Jawa? Hem, ya sudah, puasa tahun depan kita mudik, ya. Kita bawa mobil sendiri. Biar lebih santai sambil menikmati perjalanan."
"Beneran, Mas? Kita ke Jawa?" pekik Lina dengan antusiasnya. Binar matanya semakin cerah bergitu Klasin mengucap iya.
"Iya, lho Kita ke Jawa. Sudah seneng?" seloroh Klasin di sela tawanya.
"Alhamdulillah, makasih banyak, Mas. Aku sayang kamu banyak-banyak, Mas," seru Lina penuh kebahagiaan.
"Aku juga sayang kamu, Dek."