Gadis kecil dengan rambut terkuncir rapi dan mengenakan mantel merah itu hanya terdiam sambil sesekali mengedarkan pandangannya melihat ke sekeliling. Ia sekarang berada di sebuah ruangan yang baru pertama kali ia datangi. Ruangan bercat hijau muda dengan banyak jendela yang memperlihatkan pemandangan rumput dan beberapa pohon besar di luar sana.
Di ruangan itu ia tidak sendirian. Ada seorang wanita paruh baya dengan seragam putih duduk di sana, tengah berbincang serius dengan seorang wanita berambut pendek sebahu yang membawa gadis kecil itu sampai ke tempat ini.
"Hani satu-satunya korban yang selamat dari kecelakaan naas itu. Kedua orangtuanya meninggal di tempat. Dan, ia tidak punya Keluarga sama sekali yang bisa di mintai tolong." ujar wanita berambut pendek itu saat berbicara dengan wanita paruh baya di depannya yang ia sebut sebagai 'Ibu Kepala'.
"Ya ampun, anak yang malang. Dia baru 8 tahun, kan?"
Hani, gadis kecil itu samar - samar dapat mendengar pembicaraan mereka berdua. Wanita berambut pendek itu adalah 'Tante' dari dinas sosial yang selama ini mengurus Hani di rumah sakit setelah kecelakaan itu terjadi. 'Tante' sudah menjelaskan semuanya sebelum kemari, bahwa Hani akan mendapatkan rumah baru dan tidak perlu tinggal di rumah sakit lagi.
Hani paham akan apa yang terjadi.
Meskipun 'Tante' tidak menjelaskannya sekalipun Hani sudah paham akan semua ini. Ia tahu apa tempat ini. Ia tahu apa yang akan terjadi setelah ini. Ia mengerti bahwa mulai hari ini, ia akan hidup dan menjadi bagian dari tempat ini.
"Hani, mulai sekarang kau akan hidup di sini. Baik-baiklah kepada Ibu Kepala dan jangan nakal padanya, oke? Di sini kau akan bertemu banyak teman baru dan tidak merasa kesepian, mengerti?" Hani tidak menjawab sedikitpun saat 'Tante' dari dinas sosial itu memeluknya untuk terakhir kali dan menyentuh puncak kepalanya.
"Dia akan baik - baik saja. Percayakan pada kami. Dia hanya perlu waktu. Iya kan, Hani?" ujar Ibu Kepala menatap kearahnya membuat Hani refleks menundukkan kepalanya menatap ke arah lantai. Lagi - lagi Hani memilih diam dan tidak menjawab sepatah katapun.
"Dia pada dasarnya anak baik dan penurut. Hanya saja sedikit pemalu." ujar 'Tante' mengelus rambut Hani sebelum akhirnya mengucapkan selamat tinggal dan masuk ke dalam mobil.
Hani meremas mantel merah yang di kenakannya, berusaha menahan semuanya begitu ia menatap ke arah mobil 'Tante' yang semakin menjauh meninggalkannya berdua dengan Ibu Kepala di gerbang depan. Ia harus kuat, ia harus kuat, ia harus kuat. Hani berusaha menghafalkan kalimat itu berulang kali dalam hatinya.
"Hani, kau menangis?" Ibu Kepala menghampirinya, membuat Hani dengan cepat mengucek kedua matanya yang mulai terasa lembab.
"Tidak." Gadis kecil itu menggeleng dan pada akhirnya bersuara. Ada nada serak bergetar saat gadis itu menjawab pertanyaan Ibu Kepala barusan. Ibu Kepala tersenyum kecil lalu meraih tangan kecil Hani, membawanya masuk kembali ke dalam.
Ibu Kepala mengerti bahwa gadis ini sedang berusaha sekuat tenaga untuk menahan tangisnya. Ia mungkin terlalu takut untuk menghadapi kenyataan bahwa sekarang ia berakhir di panti asuhan, apalagi setelah berbagai kemalangan yang menimpa hidupnya. Ia tidak tahu bagaimana gadis ini di besarkan, namun yang jelas terlihat adalah bahwa gadis ini tipikal anak yang kuat dan sedikit...
Keras kepala.
***
"Berhenti mengikutiku. Aku tidak mau bermain dengan kalian!" Hani membuang bola di tangannya dengan kasar dan mengedarkan tatapan ketus ke arah anak - anak panti yang sedang berusaha mengikuti langkahnya lalu berbalik pergi dari sana.
"Hani..." langkah Hani tertahan bersamaan dengan Ibu Kepala yang tiba tiba saja berdiri di depannya.
"Mereka hanya mau mengajakmu bermain. Ayo minta maaf." ujar Ibu Kepala tegas saat menyadari kelakuan Hani barusan.