Seperti biasa, Sisil duduk di ruang tamu sambil mengerjakan tugas-tugasnya. Sesekali matanya keluar rumah. Biar tidak bosan katanya. Sisil juga bukan orang yang penuh konsentrasi saat belajar.
"Sil, ikut aku yuk!" ajak Balza di siang itu.
"Kemana?" tanya Sisil yang masih berkutat di antara tugas-tugasnya itu.
"Hem, ada yang mau kenalan sama kamu!"
"Siapa? Enggak mau, pasti cowok kan? Enggaklah. Aku sudah mens Balza. Nanti aku hamil lagi dipegangnya!" kata Sisil.
"Eh, dasar bocah. Hamil itu bukan cuma di pegang, tapi dipeluk, dicium, dicinta, dan dinikahi yang terpenting!" jawab Balza.
"Udah cepetan ganti bajunya. Pakai yang nutupin kaki. Nanti dia ilfil lagi lihat betis Batistuta mu itu!" sambung Balza lagi.
"Eh, main fisik ya!" kata Sisil kesal, lalu masuk ke kamarnya berganti baju.
Ia pilih baju kaus bergambar hati dengan bawahan celana jogger.
"Nah, gitu dong, cantik!" kata Balza ketika Sisil keluar dari kamarnya.
"Tapi janji sebentar saja ya!" kata Sisil meyakinkan.
Sisil tahu siapa yang akan dikenalkan Balza. Malam keramaian di kompleks seorang lelaki bernama Hendy menyanyikan suara merdu buat Sisil. Perasaannya jadi deg-degan malam itu. Dia bahkan belum pernah sekali bertegur sama lelaki yang disebut bang Hendy itu.
Pikirannya melayang. Bagaimana bisa Ia ditaksir orang dalam usia tiga belas tahun. Tapi, ya tidak apa-apa masih mending dari pada Sarmila yang ada di lagunya Farid Hardja, sebelas tahun.
Balza menarik tangan Sisil ke rumah Hendy.
"Aku malu Balza. Masak sih cewek yang ke rumah cowok. Nanti kalau bunda tahu bagaimana? Bisa dicincang aku sama om Fian?" rengek Sisil.
"Sudah, biar aku temenin!"
"Janji ya nggak bakal ninggalin aku kan?" Sisil menghadapkan jari kelingkingnya.
"Iya, Sil, janji!"
Mereka dipersilahkan masuk oleh tuan rumah. Di sana ada Hendy dan kakak iparnya.
Sisil dan Balza diberikan minuman, segelas teh hangat.
"Ayo, diminum!" tawar bang Hendy.
Hendy lelaki manis berusia sekitar dua puluh dua tahun. Bersuara merdu. Pandai menyanyikan lagu romantis sambil diiringi gitar. Jujur sih Sisil suka. Ia punya ekspektasi sendiri tentang kekasihnya. Pandai bermain gitar. Dia dan kekasihnya bernyanyi bersama.
"Ngapa, dek senyum-senyum!" kata Bang Hendy.
Bang Hendy melemparkan pertanyaan-pertanyaan tentang pribadi Sisil atau cerita-cerita lucu bersama Balza. Sambil sesekali menyeruput minuman yang disajikan.
"Sudah yuk, Za, kita pulang!" bujuk Sisil. Ia tak mau bunda tahu kalau dia ke rumah Hendy.
"Bang, aku pulang dulu ya!" kata Balza lalu pamit pulang