Juli 2000
Sisil berjalan kaki mencari jalan arah ke sekolah swasta yang ia tuju, setelah ia tidak meneruskan seleksi penerimaan di sekolah negeri favorit di kotanya.
Serangkaian tes wawancara dijalani dengan baik. Ia memilih jurusan Akuntansi, sesuai dengan cita-cita nya.
Sekolah dengan rute satu kali angkot dan satu kali bus kota, bukan merupakan perjalan yang melelahkan bagi Sisil.
Sementara Balza, hanya memilih sekolah yang tidak jauh dari sekolah pertama mereka.
"Sisil, mengapa kamu jalannya cepat sekali. Ini juga atributnya banyak lagi!" Balza tertawa melihat atribut Sisil sambil menarik-narik rambut keriting temannya itu yang telah di kepang dua. Pagi ini mereka harus datang pagi dengan segala atribut. Tentunya atribut Sisil dan Balza berbeda.
"Ih, Balza rese' deh!" Sisil tampak kesal. Ia khawatir ikatan rambutnya akan kendor.
"Iya, iya maaf. Hati-hati di jalan Sil. Ih, aku sedih nggak bisa satu angkot lagi sama kamu!" ucap Balza pelan.
"Kenapa sedih. Macam apa saja!" tanya Sisil balik.
"Ya, belum lagi yang enggak ada mau nyomblangin aku nanti!" kata Balza.
"Ye, maunya. Sudah ya, itu sudah bis kota!" Sisil lalu menyetop bus yang berwarna putih hijau itu, meninggalkan Balza yang masih di seberang.
Di dalam bus banyak sekali anak sekolah dengan sekolah berbeda ke arah kota. Aroma parfum yang bercampur sedikit mengganggu indera penciuman Sisil.
Ia terpaksa berdiri diantara banyaknya penumpang. Beberapa dari mereka tampaknya memang ada yang sedang masa orientasi.
Tapi dengan keriuhan mereka perjalanan yang hampir menempuh hampir sepuluh kilometer itu tidak terasa.
Sisil dan beberapa orang penumpang turun di simpang rute angkot selanjutnya menuju ke sekolah Sisil.
Jalan menuju sekolah Sisil juga banyak terdapat sekolah-sekolah besar. Sementara, sekolah Sisil tergolong sekolah baru. Bahkan, adalah angkatan ke tiga. Artinya, sekolah belum punya alumni.
Sisil bersama siswa SMK lainnya menaiki angkot berwarna biru putih. Jika, jam kedatangan ataupun pulang sekolah biasanya angkot akan mengangkut mereka hingga ke pagar. Bahkan jika supirnya usil, angkot akan masuk pekarangan sekolah dan berhenti tepat di pintu lobi ruang kepala sekolah. Hebat bukan?
"Ayo, semuanya berbaris. Enggak ada yang boleh cental centil di sini.!" Suara toa dari senior terdengar ke depan gerbang.
Siswa baru yang turun dari angkot bergegas mengambil barisan sesuai kelompok yang sudah dibentuk kemarin.
Sisil sudah berada pada barisannya. Siswa baru banyak yang tidak ia kenal. Ia memperhatikan siswa-siswa di sekelilingnya. Sepertinya ada tiga orang lagi yang berasal dari sekolah pertamanya.