Warna Cinta Shepia

Maheera Indra
Chapter #9

Siswa Itu Bernama Al

Hari ini, Sisil akan mengikuti pelajaran olah raga. Di sekolahnya itu, jika siswanya masuk sore, maka pelajaran olah raganya akan di adakan pada pagi hari begitupun sebaliknya. Bagus sih, setidaknya tidak ada guru yang merasakan bau-bau keringat yang merebak setelah mereka berganti pakaian.

 "Hei, sapa Balza. Sekolah pagi, Sisil, tumben. Katanya sekolahnya belum dibangun. Apa pakai jasa nyai Roro Jonggrang, makanya kamu bisa sekolah sepagi ini!" tanya Balza.

 Tadinya dia sudah dibonceng oomnya, namun karena melihat Sisil, ia turun dan jalan bersama dengan sahabatnya ini.

"Eh, ngapain turun, sudah bagus naik motor, malah turun!"

 "Aku tuh paling enggak tega kalau lihat sahabat aku jalan sendiri!" kata Balza.

 "Wow, kamu pakai seragam baru, ya. Jadi, benar yang mereka bilang. Kalau kamu dikeluarkan dari sekolah. Buat malu aja, apalagi kasusnya obat. Ya Tuhan, tunjukkanlah kawanku ini ke jalan yang benar!" Sisil menengadahkan tangan ke atas. Terlihat lucu.

 "Sisil, jangan begitu dong. Itu juga bukan obat buat sakau. Itu cuma parasetamol yang aku bungkus di plastik kecil. Tuh orang aja yang goblok, sok-sokan mau gaul, tapi kampungan. Bikin sial aja!"

 "Iya, aku percaya sama kamu. Jangan ulangi lagi Balza. Aku kan juga ikut malu!" kata Sisil.

"Beneran kamu juga malu?"

"Iya!"

 "Kamu memang teman sejati, Sisil. Eh dah sampai. Tuh, ada bis kota. Hati-hati ya!" kata Balza lagi.

 Sisil menaiki bis kota yang selalu dan selalu penuh dengan anak sekolahan. Ya, karena orang kantoran hanya akan berangkat sekitar tiga puluh menit lagi. Maklum anak sekolah masuknya jam tujuh pagi, sementara orang kantoran masuk jam delapan.

 Di dalam bis, tangan Sisil di tarik seorang cewek. Dia tahu, tuh anak satu blok juga dengan Sisil. Hanya saja, rumahnya saling membelakangi. Tadi dia juga sudah melihat gadis itu menunggu bis kota. Anak STM dengan jurusan bangunan. Pantes dia selalu bawa kertas gambar besar setiap hari.

 "Hai, Lia!" sapanya masih dengan posisi berdiri. Bis memang sudah penuh dari terminal batas kota.

 "Sisil, namaku Sisil!" Sisil meluruskan panggilannya.

 "Aku panggil Lia aja deh. Biar beda dari yang lain. Lagian juga masih ada nama Lia nya bukan?" katanya lagi. Sementara bis trus melaju dengan ekstremnya. Sesekali penumpang merasakan adrenalinnya naik. Tapi semakin terlihat keseruannya.

 "Eh, kamu kok masuk pagi? Biasanya siang?" tanya Sisil penasaran, dan sok akrab, padahal baru sekali ini bertegur sapa. Dari label bajunya itu dia mengetahui bahwa tetangganya ini bernama Dian.

 "Ada tugas, nanti ke perpustakaan doang!" kata Dian.

 "Eh, itu ada sahabat aku naik!" katanya setelah melihat temannya naik.

 "Mad, mad, sini!" kata Dian. Sisil heran ini bus makin penuh, sempat-sempatnya nyuruh temennya mendekat.

 Temennya mendekat. "Ini kenalin, temenku Mad, namanya Lia!" katanya semangat.

Sisil hanya tersenyum. Enggak lucu rasanya salam-salaman dalam bis kota, macam hari lebaran.

 "Yok, turun Lia, dah nyampai!" kata Dian membuyarkan lamunan Sisil. Hahaha. Iya, Sisil termasuk anak yang suka melamun sekarang.

Sekolah Sisil dan Dian satu arah. Hanya saja harus menggunakan angkot, sementara Dian cukup berjalan kaki dari turun bis kota.

 ***

Lihat selengkapnya